Cara Mengevaluasi Pembelajaran Bahasa di Kelas Tinggi

Posted by


 [ Dosen : Drs.H.Ramadi,M.Pd ]
[ Oleh : Normayanti (A1E310016 ), M. Rizkia Rahman (A1E310201), Akhmad Khairazi Nazmi (A1E310228 ), Siti Rukayah (A1E310223), Ridha Rahmini (A1E310239), Eka Tridi Ariyani (A1E310267) ]


A.     Pengertian Evaluasi
Evaluasi dalam pendidikan diadakan untuk mengumpulkan informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan melalui kegiatan atau program pendidikan.
Menurut para ahli, evaluasi adalah :
Benjamin Bloom (1981), berpendapat evaluasi lebih menekankan pada perubahan perilaku yang terjadi pada individu sesudah mengikuti suatu kegiatan belajar. Ia mengartikan evaluasi sebagai kegiatan mengumpulkan bukti secara sistematik untuk melihat apakah individu telah mengalami perubahan perilaku, serta berapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku tersebut dihubungkan dengan tujuan pembelajaran yang menyangkut ranah kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotorik.
Gronlund memandang evaluasi sebagai proses sistematik untuk  mengumpulkan, menganalisis, serta menafsirkan informasi guna menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan belajarnya.
Salah satu kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah evaluasi pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan seorang guru paling tidak untuk mengetahui :
(1)       Keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan;
(2)       Kemampuan dan daya serap peserta didik terhadap materi yang telah dibelajarkan; dan
(3)       Informasi yang sangat berharga sebagai balikan (feedback) bagi guru dalam memperbaiki kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Untuk dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan benar, terlebih dahulu guru harus memahami terminologi evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Pengukuran (measurement) adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan suatu formula atau skala tertentu yang sesuai dan bersifat kuantitatif. Skala yang digunakan dari suatu pengukuran adalah nominal, ordinal, interval, atau rasio.
Penilaian (grading) adalah suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu pengukuran dan bersifat kualitatif (Alderson, 1992). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa penilaian adalah penafsiran skor dari suatu pengukuran untuk memutuskan sesuatu.
Sementara itu, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian dalam suatu proses pendidikan yang melingkupi komponen input, proses, maupun output pendidikan (Hughes, 1989; Alderson,1992). Evaluasi dalam khasanah pendidikan di Indonesia menjadi identik dengan penilaian dan sering disebut juga dengan asesmen (assessment) yang berarti pengambilan keputusan berdasarkan pada suatu kegiatan pengukuran terlebih dahulu.
Keberhasilan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari suatu upaya guru dalam berusaha membelajarkan peserta didik, sedangkan peserta didik berupaya menguasai kompetensi yang telah dibelajarkan. Upaya pendidik dan peserta didik ini akan diketahui dari kondisi keberhasilan pembelajaran, sehingga akan diperoleh informasi seberapa efektif dan efisien kegiatan pembelajaran telah dilakukan bersama antara pendidik dengan peserta didik.
Kemampuan dan daya serap peserta didik merupakan suatu kondisi yang dimiliki peserta didik dalam menguasai seperangkat materi atau seperangkat kompetensi yang dengan sengaja dibelajarkan. Kondisi ini dapat diketahui dari evaluasi terhadap upaya pembelajaran yang sedang atau telah dilakukan guru. Evaluasi yang dianjurkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi adalah penilaian otentik (authentic asessment).
Dari suatu evaluasi pembelajaran akan diperoleh informasi yang sangat berharga, sebagai balikan (feedback) atau backwash dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dari data hasil penilaian akan diperoleh informasi bagian materi atau kompetensi yang pada umumnya belum dikuasai oleh peserta didik. Dari data yang ada juga dapat diketahui informasi tentang kehandalan metode, teknik atau media yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila data-data tersebut diberi makna oleh guru maka akan dapat memperbaiki kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Selain itu, informasi ini berarti pula bagi peserta didik dalam merespon kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Namun, kondisi di atas seringkali dipandang bahwa dari suatu evaluasi pembelajaran hanya akan memperoleh informasi tentang nilai. Dari itu, kemudian peserta didik tercipta dalam suatu fenomena yang tidak akademis. Peserta didik akan memandang bahwa nilai sebagai sesuatu yang sangat penting. Pada saat Ujian Nasional pun akhirnya tercipta suatu fenomena yang mengerikan, terjalin kerjasama yang kurang sehat antara guru dengan peserta didik agar nilai UN-nya lebih baik. Ketakutan yang sangat “serius” ini terjadi karena evaluasi hanya dipandang dari satu aspek, hanya nilai. Marilah kita ubah citra evaluasi pembelajaran hanya untuk nilai dengan menerapkan inovasi dalam mengevaluasi kompetensi peserta didik.
Penilaian otentik adalah proses asesmen yang melibatkan beberapa bentuk pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi, dan sikap yang sesuai dengan materi pembelajaran (Suurtamm, 2004: 497-513). Penilaian otentik mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang kondisi seseorang yang telah belajar, sehingga metode atau teknik evaluasi harus mampu memeriksa perkembangan kemampuannya. Penilaian otentik harus dapat menyajikan tantangan dunia nyata sehingga peserta didik dituntut menggunakan kompetensi dan pengetahuan yang relevan.
Penilaian otentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada kompetensi yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan merupakan bagian dari pembelajaran. Penilaian otentik juga sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar. Penilaian ini dilakukan dengan berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan melalui berbagai cara. Penilaian otentik dapat dilakukan melalui penilaian kinerja (hasil karya), portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), performansi (unjuk kerja), dan penilaian diri.
Kualitas pencapaian hasil: apakah baik, memuaskan, memadai, dan seterusnya.

B.    Alat-Alat Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa
Alat evaluasi yang digunakan dalam pengajaran bahasa, pada dasarnya sama dengan alat evaluasi dalam pengajaran lainnya. Namun, ada beberapa alat khusu yang digunakan dalam pengajaran bahasa saja, seperti : alat ukur/tes dan bukan alat ukur/nontes.
Dalam pengajaran bahasa, tes merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa. Alat tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa, baik yang bersifat global/integral.

a)     Pengukuran
Pengukuran merupakan proses untuk mendapatkan pemberian kuantitatif, yaitu mengenai tinggi rendahnya taraf pencapaian hasil seseorang dalam suatu perilaku tertentu. Hasil pengukuran selalu berbentuk bilangan, dan untuk  mendapatkannya diperlukan alat ukur. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan bias bersifat verba (menggunakan bahasa sebagai sararna utamanya, misalnya tes).  Akan tetapi, bias juga digunakan untuk mengukur suhu badan, berat badan, dan untuk alat ukur nonverbal (thermometer, timbangan).
b)   Tes
Tes merupakan salah satu jenis alat ukur. Tes menghasilkan pemberian bersifat kuantitatif tentang perilaku seseorang. Grounlund (1985) membatasi pengertian tes sebagai suatu alat atau prosedur sistematik untuk mengukur siswa. Berdasarkan tes, guru memperoleh informasi tentang hasil belajar siswa yang berupa angka.
            Macam-macam tes yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa, yaitu :

1.    Tes Menyimak
Kemampuan menyimak bersifat reseptif, siswa memahami pesan yang dikomunikasikan secara lisan. Kemampuan ini pada dasrnya bersifat kognitif.
Kemampuan menyimak dapat dievaluasi dengan beberapa cara, yaitu:
Ø  Informasi/Deskripsi Lisan, berdasarkan informasi lisan tentang kebakaran di seluruh desa. Siswa diminta menduga sebab-sebab kejadian tersebut.
Ø  Informasi/Deskripsi Lisan Mengenai Sesuatu, melalui rekaman bacaan disampaikan informasi tentang kejadian suatu tempat. Pada lembar jawaban, siswa diminta menuliskan kejadian tersebut dalam bahasa ibunya, atau dengan kalimatnmya sendiri.
Ø  Identifikasi Tema Cerita (untuk siswa di daerah), Guru menceritakan dalam bahasa Indonesia sebuah cerita dengan tema yang umum, misalnya bahwa yang benar itu akhirnya akan menang. Siswa diminta untuk menyebutkan cerita dengan tema yang sama dengan menggunakan bahasa ibu.
Ø  Identifikasi Topik Berdasarkan Informasi Pendek, melalui rekaman diperdengarkan percakapan antara dua orang, misalnya yang sedang menonton sepak bola. Siswa diminta menuliskan percakapan tersebut.
Ø  Pilihan Ganda Berdasrkan Informasi Pendek, guru menyiapkan rekaman atau tes untuk dibacakan yang berisi ringkasan siaran radio. Setiap ringkasan diberi nomor dan diperdengarkan atau dibacakan satu kali dengan kecepatan biasa.
Dari uraian di atas, ternyata tes menyimak disampaikan dalam bentuk lisan (berupa rekaman, dibacakan maupun dibacakan secara langsung). Jawabannya dapat diberikan secara lisan atau tertulis, baik berupa pilihan ganda atau esei dalam bentuk bahasa Indonesia atau daerah (di daerah).
Tes menyimak dapat juga berwujud tes perbuatan. Kepada siswa diperdengarkan informasi/instruksi dan siswa harus melakukan perbuatan sesuai dengan informasi/instruksi itu.

2. Tes Berbicara
Sama halnya dengan kemampuan menyimak, kemampuan berbicara tidak merupakan pokok bahasan tersendiri di dalam kurikulum 1984. Namun tentu saja ini tidak berarti bawa keterampilan itu tidak dikembangkan. Penerapan pendekatan CBSA merupakan wadah untuk mengembangkan kedua keterampilan itu.
Seperti telah diketahui keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks, yang tidak hanya mencakup persoalan ucapan/lafal, dan intonasi. Berbicara dalam bahasa apapun selalu menyangkut pemakaian ungkapan “ idiom” serta berbagai unsure bahasa dan nonbahasa.
Aspek-aspek yang dinilia melalui tes berbicara mencakup ketepatan lafal, kejelasan ucapan, kelancaran, dan intonasi.
a.    Pengulangan
Melalui rekaman diperdengarkan kalimat pendek dan siswa diminta mengulangi.
b.    Hafalan
Siswa mengucapkan suatu sanjak yang sudah dihafalkan. Guru menilai dengan menggunakan pedoman penilaian yang sudah dipersiapkan.
c.    Percakapan Terpimpin
Guru menceritakan situasi percakapan, misalnya antara guru dan siswa. Dua orang siswa dimintai melakukan percakapan itu. Untuk membantu ingatan siswa, diberikan beberapa kata kunci.
Dalam tes ini aspek dinilai lebuih banyak, yaitu mencakup lafal, pilihan kata, urutan kata, struktur kalimat, kelogisan, dan sebagainya.
d.    Percakapan Bebas/Wawancara
Tes ini merupakan tes berbicara yang paling wajar. Tes ini berbentuk percakapan bebas antara siswa dengan guru/dengan pewawancara yang baik. Jika digunakan cara terakhir (dengan pewawancara) guru sama sekali tidak mencampuri percakapan. Ia dapat duduk dibelakang siswa sambil memberikan penilaian yang lebih objektif dan cermat. Perlu diingatkan bahwa pemberian nilai tes berbicara dalam bentuk wawancara ini harus dilakukan secara langsung.

3.    Tes Membaca
Sesuai dengan pengajaran membaca di SD, dalam hal ini tes membaca dibedakan sebagai tes membaca permulaan dan tes membaca pemahaman/lanjut. Tes membaca permulaan diadakan untuk mendapat informasi tentang kemampuan siswa dalam mengenal dan menyuarakan lambing-lambang bunyi dalam hubungan kalimat dengan intonasi yang wajar. Dengan demikian,tes membaca permulaan lebih ditekankan pada kemampuan teknisnya. Untuk memberikan nilai dapat digunakan pedoman penilaian seperti untuk kemanpuan berbicara,dengan aspek-aspek yang di nilai : lafal,frasing,kelancaran,perhatian terhadap tanda baca, dan intonasi. Tes ini bersifat individual.
Tes membaca lanjut atau tes memahami bacaan dapat di laksanakan secara klasikal dan tertulis.
a.    Memahami Pertanyaan
Kepada siswa diberikan kalimat pertanyaan dalam bahasa Indonesia secara tertulis. Siswa dapat memberikan jawaban  tertulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa ibu.
b.    Membaca Sekilas
Kepada siswa diberikan surat kabar atau majalah. Mereka harus menemukan artikel-artikel tentang olahraga, perdagangan, pertanian, pariwisata, dan seterusnya dengan cepat.
c.    Memahami  Bacaan
Kepada siswa diberikan teks bacaan. Mereka diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bacaan itu. Bentuk tes dapat berupa tes objektif.
d.    Prosedur Klos ‘Cloze’
Prosedur ini dikembangkan sejak tahun 50-an.Kepada siswa diberikan teks bacaan. Kalimat pertama dan terakhir dibiarkan lengkap. Setiap kata yang ketiga,kelima,atau ketujuh pada kalimat-kalimat lain dihilangkan.
Siswa diminta mengisi bagian yang dihilangkan itu dengan kata yang tepat. Makin kecil jarak penghilangan kata itu,makin tinggi taraf kesulitan tes.  Dalam hal ini tentu saja perlu diperhatikan kesesuaian serta kelayakan bahasa dan isi teks bacaan.
e.    Kritik Terhadap Tulisan
Evaluasi dalam bentuk ini hanya diberikan kepada siswa kelas tinggi. Siswa diberi teks bacaan dan mereka diminta memberikan pendapat atau tanggapan tentang bacaan itu. Tes ini dapat diberikan baik dalam bentuk esei – yang tentunya- sulit dinilai, maupun dalam bentuk pilihan ganda yang menyediakan kemungkinan respons yang lebih terbatas. Mungkin dalam hal ini dapat diterapkan pemakaian pilihan ganda dengan jawaban terbaik (semua benar, satu yang terbaik).

4.    Tes Kosa Kata
Tes ini diadakan untuk mendapatkan informasi tentang penguasaan kosakata siswa. Tes ini kerap kali dikaitkan dengan kemampuan membaca (memahami makna kata dalam konteks kalimat/wacana) dan menulis (menggunakan kata sesuai dengan asas ketepatan dan kesesuaian). Berikut ini dikemukakan beberapa tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam kosakata.

a.    Prosedur Klos
Teas ini juga dapat digunakan untuk mengetahui penguasaan kosakata siswa.
b.    Melengkapi Kalimat
Tes ini dilakukan secara lisan atau tertulis. Siswa diminta melengkapi kalimat dengan kata yang tepat . Dan hal ini tes pilihan ganda akan lebih memudahkan penilaian.
c.    Memhami Gambar
Kepada siswa diberikan gambar yang mencakup sejumlah objek. Siswa diminta memberi nama-nama objek.
d.    Antonim
Kepada siswa diberikan sejumlah kata. Mereka harus memiliki antonimnya. Bentuk tes dapat berupa pilihan ganda atau menjodohkan.
e.    Padanan Kata dalam Bahasa Ibu
Tes ini tentunya hanya dapat dilakukan kepada kelompok yang mempunyai bahasa ibu yang sama (di daerah). Kepada mereka diberikan sejumlah kata dalam bahasa daerah dan mereka harus menyebutkan (lisan,individual) atau menuliskan (tertulis,klasikal) padanannya dalam bahasa Indonesia.

5.    Tes Sruktur
Untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal sruktur, dapat digunakan berbagai cara dan bentuk tes.
a.    Mengubah Pola Kalimat
Kepada siswa diberikan kalimat dalam pola tertentu dan siswa diminta menngubahnya kedalam pola lain. Misalnya, dari kalimat berita diubah menjadi beberapa jenis kalimat Tanya, atau kalimat perintah, permintaan, harapan, bentuk pasif dan sebagainya. Dalam hal ini bentuk tes yang sering digunakan ialah pilihan ganda atau esei terbatas.
b.    Menggunakan Kata Tugas
Siswa diminta untuk melengkapi kalimat dengan kata tugas yang tepat.
c.    Menggunakan Kata Ganti
Pada siswa diberikan kalimat-kalimat yang menyatakan hubungan kepunyaan. Siswa diminta mengubah atau melengkapi dengan menggunakan kata ganti kepunyaan –ku, –mu, dan –nya.

6.    Tes Menulis
Untuk jenjang pendidikan SD, sesuai dengan pengajaran menulis yang melaksanakan, evaluasi mengenai kemampuan menulis, mencakup evaluasi untuk menulis permulaan dan evaluasi untuk menulis lanjut. Evaluasi untuk menulis permulaan diadakan agar dapat diperoleh informasi tentang kemampuan siswa dalam menuliskan lambing-lambang bunyi dalam hubungan kalimat, sesuai dengan aturan ejaan yang sudah diajarkan (huruf besar pada awal kalimat, tanda titik, tanda seru, tanda Tanya pada akhir kalimat, dan sebagainya). Evaluasi untuk menulis lanjut diselenggarakan untuk mengumpulkan informasi tentang  kemampuan siswa dalan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi secara tertulis.

a.    Penguasaan Lambang Bunyi
Untuk mengetahui penguasaan siswa menenai lambing bunyi, imla memerlukan cara yang cukup efektif.Pengucapan dilakukan dua atau tiga kali . Siswa diminta menuliskannya pada kertas lembar jawaban.

b.    Penguasaan Ejaan dan Tanda Baca
Sama halnya dengan evaluasi tentang penguasaan lambing bunyi, evaluasi tentang tanda baca tidak dapat dilepaskan dari pemahamannya dalam kalimat atau paragraph. Untuk mengetahui penguasaan siswa dalam hal ini, dapat digunakan teknik imla, pilihan ganda, atau perbaikan ejaan yang salah.

c.    Kemampuan Memilih Kata
Tes dalam hal ini sebenarnyta merupakan semacam tes kosa kata, disini siswa menggunakan/memilih kata secara cepat. Siswa diminta melengkapi kalimat yang dihilangkan dengan kata yang tepat.

d.    Kemampuan Mengarang sebagai Sarana Komunikasi
Kemampuan mengarang merupakan kemampuan yang kompleks. Untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal ini  dapat digunakan beberapa cara :

1)    Mengarang Terkendali
Siswa diminta menulis berdasarkan kalimat –kalimat yang sudah disediakan. Siswa hanya melengkapi. Makin tinggi kelas siswa, bagian yang dilengkapi makin banyak. Materi tes dapat berupa cerita, surat, atau laporan.
2)    Mengarang Terarah
Teknik ini lebih sesuai digunakan di kelas tinggi. Siswa diminta menulis berdasarkan kerangka yang terinci yang sudah disediakan. Materi tes dapat berupa cerita, surat, atau laporan.
3)    Mengarang dengan Gambar
Tes mengang untuk komunikasi dapat dilaksanakan atas gambar-gambar seri bahkan cerita. Teknik ini lebih banyak memacu daya imajinasi siswa. Setelah membaca sebuah cerita, siswa diminta mengembangkan salah satu unsur atau bagian cerita, misalnya mengembangkan cerita tentang seorang tokohnya, membuat kelanjutan cerita, atau mengarang tentang suatu tempat yang terikat dalam cerita.
4)    Mengarang Bebas (dengan atau tanpa topik dari guru)
Tes ini merupakan tes yang memberikan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagassannya secar bebeas. Tes ini akan mrenunjukkan kemampuan siswa untuk mengorganisasikan gagasan memilih kata, serta menyusun kalimat dan paragraph. Namun, dalam penilaiannya harus mempertimbangkan  aspek kemampuan sesuai dengan GBPP.
     Dilihat dari segi model jawaban yang diharapkan, tes tulis dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu :
Tes Subjektif
            Tes subjektif merupakan tes yang jawabannya berupa uraian, dan penyetorannya dilakukan dengan mempertimbangkan benar salahnya uraian yang diberikan tes.
Tes subjektif dapat dibedakan menjadi tiga macam, seperti berikut ini :
1)    Ingatan sederhana (simple recall), yang ciri-cirinya meliputi : dapat dijawab dengan singkat, dapat dinilai secara objektif, dan umumnya menggunakan kata tanya yang berupa kata bagaimana, di mana, berapa banyak, dan kapan.
2)    Jawaban pendek (short answer), yang ciri-cirinya meliputi :
Pertanyaan berisi perintah seperti berikan definisi, susunlah, tuliskan jawaban berupa pernyataan atau kalimat pendek, dan dapat dinilai secara objektif.
3)    Bentuk diskusi, yang ciri-cirinya : memerlukan jawaban panjang, tidak dapat dinilai secara objektif, menggunakan kata : jelaskan, gambarkan, bandingkan, terangkan, berikan alasan.
Tes subjektif memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
(1)       Mudah dalam penyusunannya, artinya penyusunan tes subjektif  tidak terlalu banyak membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya (bila dibandingkan dengan tes objektif).
(2)       Mudah disesuaikan dengan bahan pelajaran yang dikehendaki, maksudnya, penyusunan tes subjektif mudah diadaptasi, sesuai dengan bahan yang akan diteskan (bila dibandingkan tes objektif).
(3)       Baik untuk mengukur kemampuan kognisi tingkat yang membutuhkan proses berpikir atau bernalar tingkat tinggi. Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa (khususnya kemampuan berbahasa tulis).
(4)       Dapat memberikan rangsangan bagi testi untuk mempelajari bahan secara menyeluruh.
Tes subjektif memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
(1)       Dari segi isi/bahan : jumlah butir soal yang diturunkan dalam tes subjektif biasanya terbatas jumlahnya, sehingga jangkauan bahannya juga terbatas. Hal ini dikarenakan, untuk mengerjakan tes subjektif membutuhkan banyak waktu, sedangkan waktu yang disediakan untuk pelaksanaan tes terbatas.
(2)       Dari segi pemeriksa: dalam melakukan pemeriksaan hasil tes subjektif, korektor sering kali terpengaruh oleh faktor subjektivitas, sehingga seringkali terjadi kesalahan-kesalahan, baik yang bersifat konstan (misalnya cenderung memberikan nilai terlalu tinggi/rendah), maupun yang selalu berubah-ubah.
(3)       Dari segi testi : seringkali testi mengelabui korektor dengan memberikan jawaban yang panjang.
(4)       Dari segi pemeriksaan : pemeriksaan atau pengoreksian sangat banyak memakan waktu, pikiran, dan tenaga, dan tidak dapat disekor secara objektif.

Tes Objektif
           Tes objektif merupakan tes yang cara pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif yang dilakukan dengan cara mencocokkan kunci jawaban dengan hasil pekerjaan testi. Tes objektif ini terdiri atas butir-butir tes yang dapat dijawab dengan sepatah atau beberapa patah kata atau memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Tes objektif memungkinkan testi untuk menjawab banyak pertanyaan dalam waktu yang relatif singkat, sehingga bahan  atau materi yang diujikan dapat menjangkau sebagian besar bahan yang akan diujikan.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh tes objektif, seperti berikut :
(1)       Tes objektif dapat diskor secara objektif dan reliabilitas penyekoran dpat dijamin.
(2)       Jangkauan bahannya cukup luas, sehingga lebih representatif.
(3)       Mudah dalam pemeriksaannya.
(4)       Dapat diskor secara mekanis dan hasilnya mudah dihitung secara statistik.
(5)       Dapat dipakai lagi pada kesempatan yang lain, sebab dengan banyaknya butir soal dalam tes objektif, kecil kemungkinan dapat dihafal oleh testi.
Kelemahan tes objektif seperti berikut :
(1)       Sulit dalam pembuatannya, dalam pengertian banyak menyita waktu tenaga dan biaya.
(2)       Tidak dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi serta proses atau kemampuan berbahasa.
(3)       Memberi kesempatan bagi testi untuk berspekulasi dan bekerja sama.
Tes objektif dapat dibedakan menjadi (empat) macam, yaitu :
1)    Tes objektif bentuk penyempurnaan
Bentuk tes ini menuntut testi untuk menyempurnakan pernyataan (stem) yang belum lengkap. Bentuk tes ini mirip dengan bentuk tes jawaban pendek.
2)    Tes objektif bentuk benar-salah
Bentuk tes ini menuntut testi untuk menyatakan benar tidaknya suatu pernyataan. Variasi bentuk ini dapat berupa testi diminta untuk membetulkan pernyataan yang dianggap salah.
3)    Tes objektif bentuk penjodohan
Bentuk tes ini menuntut testi untuk memasangkan pernyataan yang disajikan dalam dua kelompok. Kelompok satu disebut terjodoh dan kelompok lainnya dinamakan penjodoh.
4)    Tes objektif bentuk pilihan ganda
Bentuk tes ini menuntut testi untuk memilih jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang disediakan. Setiap butir tes pilihan ganda terdiri atas: stem, option, kunci jawaban, dan pengecoh (distractor). Stem merupakan bagian pokok butir tes yang merumuskan isi atau ide yang dituangkan dalam butir tes. Option merupakan alternatif jawaban yang tersedia. Kunci jawaban merupakan alternatif jawaban yang benar, dan alternatif jawaban yang salah disebut pengecoh.

7.    Tes Pragmatik
Tes kemampuan pragmatik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pilihan ganda, melengkapi kalimat, mengubah kalimat, dan menjodohkan.

8.    Apresiasi Bahasa dan Sastra
Tes untuk pokok bahasan ini memang agak sulit, karena menyentuh ranah afektif. Namun, tes perbuatan, pembacaan prosa, dan puisi, serta deklamassi dapat dilakukan.

c)        Strategi Pengamatan atau Evaluasi Informal (nontes)
Perlu diingat bahwa profil pengamatan data evaluasi seharusnya tidak digunakan sebagai menu atau daftar kegiatan penilaian, tetapi sebagai bagian dari kerangka pembelajaran bahasa yang lebih luas. Murid hendaknya dibimbing menjadi pribadi yang memanfaatkan kemampuan membaca dan menulis untuk berbagai tujuan yang bermakna.
a.    Catatan Anekdotal
Catatan anekdotal adalah catatan pengamatan informal, yang menggambarkan perkembangan bahasa maupun perkembangan sosial, kebutuhan, kelebihan, kekurangan, kemajuan, gaya belajar, keterampilan, dan strategi yang digunakan oleh pembelajar, atau apa saja yang tampak bermakna ketika dilakukan pengamatan. Catatan-catatan ini biasanya berupa komentar singkat yang sangat spesifik mengenai sesuatu yang dikerjakan dan yang perlu dikerjakan oleh anak. Wujudnya berupa kumpulan informasi yang didokumentasikan secara terus menerus dan menggambarkan perkembangan kemampuan berbahasa anak secara luas.
     Catatan anekdotal dapat dibuat dalam berbagai kegiatan, misalnya menulis jurnal, memainkan drama, membaca nyaring, diskusi kelompok, pengucapan, kerja mandiri, dan menulis. Latar pembuatan catatan dapat berupa kelas secara keseluruhan, kelompok kecil, atau individu. Biasanya catatan anekdotal mengenai keadaan murid secara individual, murid yang berhadapan satu persatu dengan guru mengamati murid, atau anak bekerja dalam konteks tertentu.
b.    Wawancara dan Survei
Wawancara satu demi satu merupakan cara yang ideal untuk mengetahui keadaan murid. Murid-murid cenderung memberikan tanggapan tertulis secara minimal. Dengan wawancara secara personal kita dapat memancing tanggapan dan memperoleh informasi yang mencerminkan sikap, strategi, kesenangan, dan tingkat kepercayaan diri anak dalam waktu yang singkat.
c.    Konferensi atau Diskusi
Konferensi atau diskusi merupakan alat evaluasi yang baik. Dengan mengikuti keinginan guru, konferensi memungkinkan bagi guru untuk memahami murid-murid sebagai pembelajar dan membimbing mereka menghubung-hubungkan kemampuan mereka berbahasa. Banyak guru yang mulai dengan konferensi (berdiskusi dengan murid) dalam membuat catatan anekdotal. Di samping konferensi menulis, perlu juga diadakan konferensi membaca yang berhubungan dengan membaca secara individual.
d.    Ceklis
Guru dapat menggunakan ceklis secara efektif dan bijaksana. Ceklis biasanya dikombinasikan dengan komentar hasil pengamatan untuk mengecek perilaku melek huruf (pengetahuan tentang bunyi, tulisan, dan konsep tentang tulisan).
e.    Menceritakan kembali
Murid diminta menceritakan atau menuliskan kembali bacaan yang telah dibaca merupakan strategi yang efektif untuk mengevaluasi pemahaman dan merupakan suatu alternatif yang baik untuk menindaklanjuti pertanyaan-pertanyaan guru. Murid ditugasi menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri tentang apa yang mereka pahami. Latar dibuat sesantai dan seinformal mungkin. Menceritakan kembali dapat digunakan untuk menolong murid dalam keterampilan berbahasa lisan dan untuk meningkatkan kemampuan memahami bacaan.
f.     Tes/Survei Diagnostik
Tes / survei diagnostik biasa digunakan untuk memilih anak-anak yang perlu diberi program membaca tambahan. Prosedur ini dapat pula diadaptasi untuk tes akhir tahun di TK atau SD kelas 1 dan 2. Contoh tes diagnostik antara lain menemukan huruf, tes kata, dan konsep tentang tulisan, menulis kata, dan dikte.
g.    Membaca Buku
Salah satu cara mengevaluasi membaca nyaring yang tidak menakutkan anak adalah berupa menyuruh anak memilih bagian atau bab-bab tertentu dari sebuah buku yang disenangi. Selain itu, guru dapat juga menyiapkan fotokopi dan meminta anak-anak membacanya.
Beberapa teknik nontes yang dapat dipilih guru untuk mengases kemampuan siswa secara aktual adalah penilaian otentik. Berikut ini akan dibahas penilaian portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), dan performansi (unjuk kerja).

a.    Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah kegiatan mengases kemampuan siswa dalam mengumpulkan hasil kerja, pemikiran, minat, upaya, dan harapan siswa yang berhubungan dengan standar kompetensi yang dikembangkan. Portofolio atau kumpulan kerja siswa dapat membantu siswa dalam mengimplementasikan pengetahuan dan pemahamannya dalam suatu kegiatan nyata. Kumpulan kerja ini dapat mengingatkan siswa tentang perkembangan dirinya.
Penilaian portofolio sangat bermanfaat karena penilaian jenis ini (1) merupakan bukti otentik dari kemampuan siswa; (2) menggambarkan kemampuan siswa secara utuh; (3) menggambarkan pengalaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran; (4) kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam belajar yang telah dikelompokkan; (5) menakar kemampuan secara mandiri; (6) merupakan bentuk kerja sama antara guru dengan siswa.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menerapkan asesmen portofolio adalah:
1)    Pengumpulan
Siswa mengumpulkan hasil kerja sebagai bukti pertumbuhan dan kemajuan belajarnya. Pengumpulan koleksi ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau standar kompetensi yang dikembangkan. Tentu saja tidak semua standar kompetensi dapat diases melalui portofolio, oleh karena itu perlu kejelasan kompetensi yang dikembangkan siswa secara mandiri.
2)     Pengorganisasian
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.
3)    Merefleksi
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.
4)    Mempresentasikan
Siswa memajangkan atau menyajikan hasil kerjanya agar diketahui yang lain. Pemajangan dilakukan di tempat-tempat yang sudah disediakan. Pemajangan juga dapat dilakukan melalui display artefak, baik dalam bentuk folder dinamis maupun dalam bentuk gabungan karya.

b.     Penilaian Projek
Penilaian projek merupakan bentuk asesmen yang menugaskan siswa untuk menyelesaikan suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Tugas tersebut dapat berupa investigasi, pengumpulan data, kemampuan menilai sesuatu atau kegiatan tertentu, atau kemampuan mengorganisasikan. Penilaian projek dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, baik individu maupun kelompok dalam melakukan dan memberikan pengalaman pada suatu topik atau kompetensi tertentu melalui aktivitas berbahasa atau bersastra.
Penilaian projek atau penugasan dapat difokuskan pada dua bagian, yaitu aktivitas siswa selama proses berlangsung dan pada hasil akhir dari kegiatan tersebut.
Aspek yang diases dari bagian proses adalah:
a.    kegiatan perencanaan dan pengelolaan;
b.    kerjasama dalam kelompok;
c.    kegiatan mandiri; dan
d.    kemampuan memecahkan masalah.
Sementara itu, aspek yang diases jika penilaian projek memfokuskan pada bagian hasil akhir adalah:
a.    kemampuan mengumpulkan data atau materi yang ditugaskan;
b.    kemampuan menafsirkan dan mengevaluasi data atau materi; dan
c.    kemampuan menyajikan atau mendisplay hasil pengumpulan data dan penafsirannya.
Dalam menentukan kualitas kegiatan yang dilakukan, baik pada proses maupun pada hasil akhir siswa dapat mengases secara mandiri. Hasil asesmen siswa ini kemudian divalidasi oleh guru ketika mengases.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penilaian projek ini adalah:
1)    Guru menetapkan kompetensi dasar yang perlu diases melalui penilaian projek;
2)    Guru menetapkan projek yang harus dikerjakan siswa secara mandiri dan yang harus dikerjakan secara berkelompok;
3)    Guru menentukan kompetensi dasar yang harus diases selama kegiatan berlangsung (proses) atau diases hanya pada hasil akhir;
4)    Siswa merencanakan dan melakukan kegiatan projek selama kurun waktu yang ditentukan. Sewaktu-waktu guru dapat mengecek projek yang dikerjakan oleh siswa sebagai bentuk monitoring dan evaluasi.
5)    Selama atau setelah kegiatan projek dikerjakan, guru mengajak siswa untuk menakar diri (mengases secara mandiri) proses atau hasil akhir (produk) yang dikerjakan.
6)    Guru memvalidasi atau menilai ulang proses atau produk dari kegiatan yang dilakukan siswa. Nilai guru merupakan pembanding dari asesmen mandiri yang dilakukan siswa.

c.    Penilaian Performansi
Penilaian performansi merupakan asesmen yang menuntut siswa untuk melakukan unjuk kerja atau perbuatan. Penilaian jenis ini mengukur kemampuan siswa berbahasa atau bersastra, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan konteks berkomunikasi. Penilaian performansi dapat dilakukan guru, baik pada saat atau setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Dalam melaksanakan penilaian performansi, guru dapat menggunakan format atau pedoman penilaian dalam bentuk pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), atau format isian yang terbagi atas kategori prilaku. Untuk mendapatkan data kuantitatif dari penilaian performansi ini maka setiap kualitas kategori dapat diberi skor yang sesuai.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya.
Penilaian performansi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa secara nyata. Guru dapat memilih dan memilah kompetensi dasar yang dapat diases dengan menggunakan jenis penilaian performansi. Terdapat beberapa kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dari siswa yang hanya dapat diases melalui kegiatan nyata sehingga guru dapat merancang penilaian jenis ini sejak awal berdasarkan analisis terhadap komptensi dasar tersebut.

Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam melaksanakan penilaian performansi ini adalah:

(1)       Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari kompetensi yang harus dinilai;
(2)       Menyusun kriteria sebagai deskriptor dari kemampuan yang diukur;
(3)       Mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan aspek-aspek yang penentu kemampuan tersebut;
(4)       Menentukan kualitas setiap kriteria dari aspek yang diamati.

d)   Buku Rapor dan Penilaian
            Dalam melaksanakan pembelajaran yang bersifat holistik, guru seringkali menghadapi masalah dalam hal pemberian nilai. Hal ini disebabkan karena sudah kuatnya tradisi lama dalam pengisian rapor. Cara baru yang dapat dilakukan untuk melaporkan nilai dapat ditempuh melalui ceklis dan format naratif.
            Perlu disadari bahwa pemberian nilai tidak sama dengan evaluasi. Kemampuan seorang murid tidak pernah dapat digambarkan dengan angka atau huruf. Pemberian nilai dapat memiliki akibat negatif yang berupa menumbuhkan kompetisi negatif, menghambat kerjasama, dan tidak menimbulkan pemahaman.
            Berdasarkan sasaran yang dituju, kegiatan penilaian dalam pengajaran bahasa dapat dipilah menjadi dua macam : penilaian proses belajar dan penilaian hasil atau produk belajar.
1)    Penilaian proses belajar, sasaran yang dimulai dalam penilaian proses adalah tingkat efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran merupakan titik sentral kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, seluruh aktiivitas belajar mengajar, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian, semuanya bermuara pada tujuan pengajaran. Untuk melihat apakah suatu kegiatan belajar mengajar efektif ataukah tidak, dapat dikembalikan pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai. Kegiatan pencapaian setiap jenis tujuan pengajaran ditentukan oleh sifat atau karakteristik tujuan pengajaran yang akan dicapainya.
2)    Penilaian hasil belajar, sasaran yang dimulai dalam penilaian hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik (siswa) terhadap apa yang telah dipelajarinya. Dengan cara lain dapat ditanyakan bahwa pusat perhatian penilaian hasil belajar adalah tingkat ketercapaian tujuan pengajaran.

C.        Pelaksanaan Dan Teknik Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa
1.    Pelaksanaan Evaluasi
Dalam pengajaran bahasa, evaluasi dapat dilaksanakan pada awal, tengah, atau akhir program. Selain itu, evaluasi juga dapat dilaksanakn secara :
a.    Secara Klasikal
Umumnya evaluasi di sekolah dilaksanakn secara secara klasikal, artinya siswa sekelas bersama-sama dievaluasi. Mereka semua mengikuti tes pada waktu yang sama. Tes ini diadakan secara berkala atau pada akhir suatu program, juga dapat diberikan dalam bentuk kuis. Evaluasi klasik digunakan untuk mengukur semua aspek kemampuan berbahasa pada ranah kognitif dan afektif.
b.    Secara Individual
Evaluasi ini diadakan dalam program belajar individual seperti program pengajaran sistem modul. Dalam hal ini, siswa dapat meminta kapan saja tes diadakan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Pada evaluasi individual, hasil evaluasi dapat diberikan sesegera mungkin, sehingga siswa dapat dengan segera mendapat umpan balik. Di sinilah kelebihan evaluasi individual. Namun, evaluasi ini memerlukan lebih banyak waktu, dan jika dilaksanakn secara lisan, seringkali cenderung subjektif. Untuk mengatasinya, perlu ditambah tes lisan yang lebih terstruktur, dengan kriteria yang jelas, dan rinci.
c.    Evaluasi di Laboratorium
Cara evaluasi ini hanya dapat dilakukan sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium. Tetapi, sekolah-sekolah yang tidak memilikinya, dapat menggunakn tape recorder lalu siswa diminta menjawab siswa dengan menulis atau mengisi lembar jawaban.
Kelebihan evaluasi ini bahwa semua siswa memperoleh pertanyaan/soal tes yang sama, diucapkan dengan kecepatan yang sama, dan dikerjakan pada waktu serta suasana yang sama. Sehingga evaluasi ini memiliki objektivitas dan efesiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi individual.
Kekurangan evaluasi ini ialah aspek-aspek nonbahasa yang biasanya menyertai bahasa lisan tidak tergambarkan. Untuk mengatasi kesulitan yang timbul, petunjuk tes ditulis dalam bahasa ibu sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu, guru atau petugas harus meneliti dengan sungguh-sungguh apakah semua alat berfungsi dengan baik, sehingga semua siswa dapat mendengar dengan jelas.
2. Teknik Evaluasi Pembelajaran
Teknik evaluasi yang digunakan dalam pendidikan terdiri atas teknik tes dan teknik nontes. Pada umumnya teknik nontes yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan adalah wawancara (interview), pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), kuisoner (kuis), riwayat hidup, dan penilaian otentik (autenthic assessment). Teknik tes dapat berbentuk lisan maupun tulisan, bergantung pada respon (jawaban) yang diberikan oleh peserta didik. Jika peserta didik memberikan jawaban secara tertulis sekalipun tes (soal) disampaikan dengan lisan (dikte), tes tersebut termasuk ke dalam bentuk tes tulisan.
Dalam evaluasi pembelajaran dikenal jenis tes objektif dan subjektif. Jenis tes objektif yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, jenjang Pengetahuan (K1), Pemahaman (2), Penerapan (K3), Analisis (K4), Hipotesis (K5), dan Evaluasi (K6), sedangkan soal-soal subjektif hanya digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi, yaitu jenjang analisis (K4), hipotesis (K5), evaluasi (K6), dan kreasi (K7) dalam Taksonomi Bloom (Bloom, 1997). Adapun jenis-jenis tes tersebut adalah sebagai berikut.
a. Soal-soal Memilih
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)
3) Menjodohkan (menggabungkan pernyataan bagian kiri dengan kanan)
b. Soal-soal Melengkapi
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
c. Jawaban Singkat (jawaban diungkapkan singkat dalam bentuk kata/frasa)
d. Jawaban Terbatas (jawaban dibatasi oleh lingkup materi)
Teknik-teknik evaluasi sebagaimana di atas seringkali memiliki kelemahan, sekalipun teknik ini dapat mengukur indikator dan prediktor performa akademis. Para penyusun tes cenderung mengukur tentang hal-hal yang harus dikuasai bukan sesuatu yang telah dikuasai siswa. Penyusunan soal cenderung bukan tentang masalah nyata, tetapi sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan guru dalam menggunakan teknik tes tertulis agar dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut.

D. Prinsip Dasar Evaluasi Pembelajaran
Prinsip dasar evaluasi dalam pendidikan adalah (1) berorientasi pada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) menyeluruh; (4) berimbang; (5) terencana; (6) adil; (7) objektif; dan (8) memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, dan praktibilitas.
Prinsip berorientasi pada tujuan berarti bahwa guru harus memahami tujuan pembelajaran. Tujuan pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berikut.
     1)    Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
     2)    Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara
     3)    Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
     4)    Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social
     5)     Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
     6)    Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Prinsip berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja, melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran. Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak, misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi.
Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra. Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
Prinsip terencana berarti bahwa kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi:
(1) perumusan tujuan evaluasi;
(2) penentuan aspek-aspek yang akan diukur;
(3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan evaluasi;
(4) penguji-cobaan instrumen evaluasi.
Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba atau serta merta. Prinsip adil dan objektif berarti bahwa asesmen yang dilakukan guru harus berlaku secara umum, tidak ada pengecualian kedalaman materi yang diukur. Objektif berarti bahwa proses dan hasil asesmen diolah secara objektif berdasarkan suatu kriteria pengolahan skor. Hasil pengukuran biasanya berupa skor, sehingga untuk menentukan nilai harus diolah dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan Norma (PAN).

E. Prinsip Umum Evaluasi Pembelajaran
Dalam melaksanakan evaluasi ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, terutama oleh para guru. Adapun beberapa prinsip tersebut, yaitu:
Pertama, perlu disadari bahwa dalam proses belajar-mengajar, tujuan evaluasi adalah memperbaiki dan menigkatkan hasil belajar. Karena itu dalam proses evaluasi, lamgkah pertama ialah menentukan serta menjelaskan tujuannya, yaitu dengan memberikan hasil belajar yang diukur. Perlu ditambahkan pemerian yang hendaknya dilakukan secara terperinci.
Contoh :
Evaluasi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan menulis siswa kelas IV SD. Kempempuan ini mencakup kemampuan dalam ejaan, penggunaan kata, structural kalimat, dan kerapian tulisan.
Tujuan itulah yang akan menentukan alat atau teknik evaluasi yang digunakan. Namun di samping itu, teknik evaluasi juga dipilih berdasarkan pertimbangan apakah teknik tersebut dapat mengukur dengan tepat, memberikan hasil pengukuran yyang objektif, serta mudah digunakan. Dalam hal ini pertimbangan yang paling penting ialah apakah teknik tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
Di dalam pendidikan seringkali kita harus melakukan evaluasi secara menyeluruh yang mencakup bermacam-macam kemampuan dan aspek kemampuan. Evaluasi semacam ini memerlukan bermacam-macam teknik, sebab tak ada teknik  yang secara objektif dapat mengukur pengetahuan siswa tentang peristiwa sejarah, dan sekaligus dapat memberikan informai tentang bagaiman sikap siswa terhadap peristiwa sejarah, bagaimana kemampuannya dalam menganalisis peristiwa itu, dan seterusnya. Untuk memperoleh informasi yang menyeluruh tentang hasil belajar yang kompleks seperti contoh di atas, diperlukan berbagai teknik.

F.   Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran berorientasi pada kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Apabila kita cermati, ruang lingkup materi pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Standar Isi terdiri atas standar kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran didasarkan pada keempat kompetensi tersebut.
a.    Standar Kompetensi Menyimak
Kompetensi menyimak dalam pelajaran Bahasa Indonesia diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa mendengarkan tuturan lisan, baik disampaikan melalui tuturan langsung maupun dalam bentuk rekaman. Kemampuan yang diukur di antaranya kemampuan menemukan suatu hal dari tuturan lisan yang didengarkan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan tuturan lisan.
b.    Standar Kompetensi Berbicara
Kompetensi berbicara diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan. Kemampuan yang ingin diketahui dari kompetensi ini adalah kemampuan siswa mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan berbicara. Dalam mengases kemampuan berbicara, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat yang jelas, bahasa yang santun, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang lugas, etika berwawancara, dan prinsip diskusi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.
c.    Standar Kompetensi Membaca
Kompetensi membaca diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam memahami berbagai ragam teks (bacaan) tertulis yang diungkapkan melalui lisan atau tulisan. Kemampuan yang diukur itu meliputi kemampuan siswa dalam memahami, mengidentifikasi, menganalisis, menemukan, menyimpulkan, membedakan, dan sebagainya dari bacaan yang dibaca baik berupa teks nonfiksi maupun fiksi. Kemampuan membaca yang diukur adalah membaca cepat, membaca dalam hati, membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring, membaca memindai, membaca indah, dan sebagainya.
Selain itu, mengukur pula kemampuan siswa dalam membaca dan membacakan teks dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Kemampuan siswa yang diukur dalam bidang kebahasaan adalah pemahaman terhadap bentuk-bentuk kata serta penguasaan terhadap makna kata. Dalam hal membacakan puisi, kemampuan yang diukur itu selain lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat, juga diukur kemampuan memahami, menganalisis, menemukan, dan sebagainya dari puisi yang dibacakan. Berdasarkan hal ini, maka kemampuan yang diukur itu kemampuan merefleksikan bacaan, baik untuk kepentingan dirinya maupun orang lain berdasarkan suatu teks yang dibaca.
d.    Standar Kompetensi Menulis
Kompetensi menulis diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dalam mengases kemampuan menulis, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya menuliskan pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat bervariasi, kalimat langsung dan tak langsung, bahasa yang baku, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang efektif, bahasa yang singkat, padat, jelas, bahasa yang santun dan sebagainya.
Selain itu, kemampuan yang diukur dari siswa adalah kemampuan memahami bacaan dan bentuk-bentuk sastra yang diungkapkan secara tertulis. Ungkapan tertulis ini dapat dilakukan siswa jika memahami bentuk-bentuk paragraf naratif, ekspositif, argumentatif, deskriptif, persuasif, surat dinas, karya tulis ilmiah, teks pidato, puisi, pantun, cerpen, resensi, dan sebagainya. Pemahaman terhadap bentuk bacaan itu serta penguasaan unsur bahasa dapat berwujud kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dengan demikian, dalam mengukur kemampuan menulis perlu mencermati aspek-aspek tersebut.
Penetapan Kriteria dan Tindak Lanjut Penilaian
Sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi maka setiap sekolah harus mengembangkan Kurikulum Sekolah. Dalam mengembangkan kurikulum ini sekolah mengikutsertakan semua guru dan komite sekolah. Salah satu pengembangan kurikulum tersebut, sekolah harus menentapkan Kriteria Ketuntansan Minimal (KKM). Penetapan KKM ini akan menjadi standar patokan bagi guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran.
Penetapan KKM dilakukan untuk setiap mata pelajaran. Berdasarakan ketentuan, KKM merupakan ketuntasan belajar ideal. Oleh karena itu, penetapan dilakukan dengan memberi skor setiap indikator antara 0-100% dengan batas kriteria ideal minimal penguasaan sebesar 75%. Namun demikian, sekolah dapat menentukan KKM khusus di sekolah tersebut berdasarkan (1) kemampuan rata-rata peserta didik, (2) kompleksitas materi; dan (3) SDM tenaga pendidik.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal (di bawah 75%), tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Tahap-tahap ini direncanakan dalam bentuk rencana strategis di sekolah tersebut.

Berdasarkan ketentuan dalam Standar Isi, maka KKM digunakan sebagai bahan saringan penguasaan siswa pada komptensi dasar yang dibelajarkan. Tindak lanjut dari suatu pengukuran ini, seorang guru harus mengambil keputusan sebagai suatu rangkaian asesmen. Keputusan yang dimaksud adalah menetapkan siswa mencapai KKM atau belum.
Apabila siswa telah mencapai KKM maka ditindaklanjuti dengan “program pengayaan”, sedangkan jika siswa belum mencapai KKM maka ia harus mengikuti “program remedial”. Kedua program tidnaklanjut ini masih sangat jarang dilakukan guru. Remedial biasanya hanya tes ulang, padahal seharusnya remedial dilakukan pembelajaran ulang, khususnya pada penguasaan materi yang dianggap masih kurang. Demikian pula dengan program pengayaan, biasanya pengayaan hanya dilakukan guru kepada siswa kelas IX (untuk SMP/MTs) atau XII (SMA/SMK atau MA/MAK) yang akan menghadapi Ujian Nasional.
Program remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Remedial dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Penilaian kegiatan remedial dapat dilakukan dengan teknik tes maupun teknik nontes.
Program pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar (KKM). Pengayaan dapat berbentuk tugas-tugas individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa. Kegiatan pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.
Demikianlah sepintas hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran dan tindaklanjut dari kegiatan tersebut. Berbagai pemikiran positif tentang upaya meningkatkan kualitas penilaian pembelajaran merupakan salah satu kinerja seorang guru profesional.


Blog, Updated at: 15:39

0 comments:

Post a Comment

INGAT!! Komentar anda akan dilihat banyak orang, maka dari itu berikanlah komentar terbaik anda