Demokrasi Indonesia
Posted by Makalah Kuliah PGSD
[ Dosen
Pengampu: Hj Asniwati S.Pd ,M.Pd ]
[ Disusun
oleh kelompok 2 : Azwar Ukhtari (A1E310211), Isnanimiyanti (A1E310004), Aida Fahriani (A1E310214), Merdeka Putri
Irnanda (A1E310249), Herlena (A1E310215), Ernie Selviyanie (A1E310241), Muhammad Riduan (A1E310254), Anisya (A1E310005), Ridha Rahmini (A1E310239) ]
A.
Demokrasi
dan Implementasinya
Dalam
hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga
melahirkan sistem bermacam-macam seperti :
1)
Sistem presidensial yang menjajarkan antara
parlemen dan presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden yakni
sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
2)
Sistem parlemen yang meletakkan pemerintah
dipimpin oleh perdana menteri yang hanya berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan dan bukan kepala Negara, sebab kepala negaranya bisa diduduki oleh
raja atau presiden yang hanya menjadi symbol kedaulatan dan persatuan.
3)
Sistem referendum yang meletakkan
pemerintahan sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen.
Beberapa
Negara ada yang mengunakan sistem campuran antara presidensial dengan
parlementer, yang antara lain dapat di lihat drai sistem ketatanegaraan di
Perancis dan di Indonesia berdasar UUD 1945.
Asas
demokrasi hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar
penyelenggaraan Negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di antara
pemakai-pemakainya bagi peranan Negara.
B.
Arti dan
Perkembangan Demokrasi
Secara
Etimologis istilah demokrasi beresal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat
dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang di artikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan demokrasi di berbagai Negara
di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya
sangat dipengaruhi oleh cirri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu
Negara.
Demokrasi
mempunyai arti yang penting bagi masyarakatyang mengunakannya, sebab dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara
dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara member pengertian bahwa pada
tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan Negara, karena
kebijaksaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207).
Jadi
Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan
rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, berarti suatu pengorganisasian Negara yang
dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan karena kedaulatan berada
ditangan rakyat.
Menurut
Henry B. Mayo bahwa sistem polotik demokratis adalah sistem yang menunjukan
bahwa kebijasanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebiasaan politik (Mayo. 1960:
70). Rakyat diletakkan pada posisi sentral “rakyat berkuasa” (government of rule by the people)
tetapi pada praktiknya oleh Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap
ambiguous atau mempunyai arti ganda,
sekurang-kurangnya ada ambiguity atau
ketentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk
melaksanakan ide, atau menegnai keadaan kultural serta historis yang
mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50).
Munculnya
kembali asas demokrasi yaitu setelah tenggelam beberapa abad dari permukaan
Eropah telah menimbulkan masalah tentang siapakah sebenarnya yang lebih
berperan dalam menentukan jalanya Negara sebagai organisasi tertinggi. Pemakaian
demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan
fiksi-yuridis bahwa Negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi-yuridis
terjadi tolak-tarik kepentingan, atau control,tolak-tarik mana yang kemudian
menunjukkan aspek lain yakni tolak-tarik antara Negara-masyarakatkarena
kemudian Negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri sehingga lahirlah
konsep tentang Negara organis (Mahasin, 1984: 2). Pemahaman atas masalah ini
akan lebih jelas melalui penelusuran sejarah perkembangan prinsip sebagai asas
hidup Negara yang fundamental.
Konsep
demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dengan hukum di
Yunani kuno. Dalam pelaksanaannya, demokrasi yang dipratekkan langsung (direct democracy), artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh
seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat
langsung ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State)
Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sedarhana dengan wilayah Negara yang
terbatas.
Masyarakat
Abad Pertengahan (600-1400) terbelenggu oleh oleh kekuasaan foedal dan
kekuasaan pemimpin-pemimpin agama sehingga tenggelam dalam apa yang disebut
sebagai masa kegelapan. Ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi
pada pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam yang berisi semacam
perjanjian antara beberapa bangsawan dan raja John di Inggris bahwa Raja
mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges
bahwasanya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang.
Lahirnya piagam ini dapat dikatakan sebagai suatu tonggak baru bagi
perkembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip
dasar yaitu :
§ Pertama,
kekuasaan Raja harus dibatasi.
§ Kedua, hak
asasi manusia lebih penting dari kedaulatan Raja (Ramdlonnaning, 1983: 9).
Ranaissance
adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani
Kuno, yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang mulai di
Italia pada abad 14 yang puncaknya pada abad 15 dan 16. Masa Renaissance adalah
masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan
kebebasan bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan apa yang
dipikirkan.
Ada
peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu tenggelam di abad Pertengahan adalah
terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Eropah Barat pasa
abad ke-16 yang pada mulanya menunjukan sebagai pergerakan perbaikan keadaan
dalam gereja Katolik tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas
Protestanisme.
Reformasi
di mulai pada pintu gereja Wittenberg (31 Oktober 1517), yang kemudian
memancing terjadinya serangan terhadap gereja. Luther mempunyai ajaran tentang
pengampunan dan kepercayaan. Ajaran tersebut kemudian disambut dimana-mana
telah nyulutkan api pemberontakan. Berakhirnya Reformasi ditandai dengan
terjadinya perdamaian Westphalia (1648) yang ternyata mampu menciptakan
keseimbangan setelah kelelahan akibat perang yang berlangsung selama 30 tahun.
Namun, Protestanisme yang lahir dari Reformasi itu tidak hilang dengan
selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekuatan dasar dunia Barat sampai
sekarang (1977: 937).
Dua
kejadian Renaissance dan reformasi telah mempersiapkan Eropah masuk ka dalam
Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk
memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkn
pada pikiran atau akal (rasio) yang pada gilirannya kebebasan berpikir ini
menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik. Timbullah gagasan
tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengnya oleh Raja.
Gagasan-gagasan politik dan kecaman terhadap absolutisme monarki itu telah
didukung oleh goncangan menengah (middleclass)
yang mulai berpengaruh karena kedudukan ekonomi dan mutu pendidikan
golongan ini relatif baik (Budiarjo, 1982: 55).
Dari
pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan, kembali
muncul ide pemerintahan rakyat (demokrasi). Tetapi dalam kemunculannya sampai
saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan peranan
Negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstutisional abad ke-19 dan
demokrasi konstutisional abad ke-20 yang keduanya senantiasa berkaitan dengan
konsep Negara hukum (Mahfud, 1999: ).
C.
Bentuk-bentuk
Demokrasi
Menurut
Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal
democracy dan kedua, substantive
democracy, yaitu penunjuk
pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).
Formal democracy menunjuk pada
demokrasi dalam arti sistem pemerintahan di berbagai Negara. Dalam suatu Negara
misalnya dapat menerapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial atau sistem
parlementer.
·
Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan
presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara
langsung dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekuatif (kekuasaan
menjalani pemerintahan) sepenuhnya berada ditangan presiden. Oleh karena itu
presiden adalah merupakan kepala eksekutif (head of geverment) dan
sekaligus ini menjadi kepala Negara (head
of state). Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai simbol
kepemimpinan Negara (Tim LP3, UMY). Sistem demokrasi seperti ini diterapkan di
Negara Amerika dan Negara Indonesia.
·
Sistem Parlementer : sistem ini menerapkan model hubungan yang
menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif (head of geverment) adalah berada di
tangan seoarang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head og state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara
Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
1.
Demokrasi
Perwakilan Liberal
Prinsip
demokrasi didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas. Dalam sistem demokrasi kebebasan individu
msebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Pemikiran
Hobbes, Locke, dan Rousseau bahwa Negara terbentuk karena adanya perbenturan
kepentingan hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam suatu natural state. Akibatnya terjadilah
penindasan di antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, individu dalam
suatu masyarakat membe individu dalam suatu masyarakat membentuk suatu
persekutuan hidup bersama yang disebut Negara, dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan dan hak individu dalam kehidupan masyarakat Negara.
Pemikiran
ke arah demokrasi perwakilan liberal, dan hal ini sering dikenal sering dikenal
dengfan democrat-demokrat liberal. Individu dalam suatu Negara dalam
partisipasinya disalurkannya melalui wakil-wakil yang di pilih melalui proses
demokrasi.
Menurut
Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan
kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan
memaksa dan kebebasan. Dalam prinsip demokrasi yang dikembangkan melalui
kelembagaan Negara merupakan suatu manifestasi perlindungan serta jaminan atas
kebebasan individu dalam hidup bernegara.
Rakyat
harus diberi jaminan kebebasan secara individual di dalam kehidupan politik,
ekonomi, sosial, keagamaan, bahkan kebebasan anti agama. Konsekuensi dari
implementasi sistem dan prinsip demokrasi adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan
ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan.
Analisis P. L. Berger bahwa era global semangat pasar bebas yang dijiwai oleh
filosofi demokrasi liberal, maka kaum
kapitalislah yang berkuasa.
Kapitalisme telah menjadi fenomena global dan
dapat mengubah masyarakat diseluruh dunia baik dalam bidang social, politik,
maupun kebudayaan (Berger, 1988).
2.
Demokrasi
Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi
satu partai lazimnya dilaksanakan di Negara-negara komunis seperti Rusia,
China, Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal
akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat. Max
mengembangkan pemikiran demokrasi “commune structure” (struktur
persekutuan). Menurut sistem demokrasi ini masyarakat tersusun atas
komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil mengatur urusan
mereka sendiri, yang akan memilih wakil untuk unit adminitratif. Unit-unit
administratif yang lebih besar akan memilih calon administratif yang lebih
beasar lagi diistilahkan dengan delegasi nasional (Marx, 1970: 67).
Menurut
pandangan Marxis-Lennis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada
prinsipnya dengan suatu sistem yang
terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis. Transisi menuju sosialisme
dan komunisme memerlukan kepemimpinan yang professional, dari kader-kader
revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947). Hanya kepemimpinan yang seperti itu
yang mempunyai kemampuan untuk mengorganisasikan pertahanan revolusi melawan
kekuatan-kekuatan kapitalis dan mengawasi rekonstruksi masyarakat. Partai
revolusioner merupakan instrument yang bias menciptakan landasan bagi
sosialisasi dan komunisme (Held, 2004: 15-17).
D. Demokrasi di Indonesia
1)
Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Sejarah bangsa Indonesia yang telah
lebih dari setengah abad. Perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut,
masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ialah bagaimana meningkatkan
kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis dalam masyarakat
yang beraneka ragam pola adat budayanya.
Penyusunan suatu sistem politik untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building,
dengan partisipasi rakyat, dan menghindari timbulnya diktatur perorangan,
partai, militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia
dapat dibagi dalam empat periode :
a)
Periode 1945-1949, masa demokrasi parlementer
yang menonjolkan peranan parlemen serta partai. Masa ini kelemahan demokrasi
parlementer memberi peluang untuk dominasi partai politik dan DPR. Akibatnya
persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kader
dan tidak dapt dibina menjadi kekuatan konstruktif sebuah kemerdekaan.
b)
Periode 1959-1965 masa Demokrasi Terpimpin
yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstutisional dan
lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai
dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan
pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsur sosial-politik, semakin meluas.
c)
Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila
era Orde Baru merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem
presidensial. Landasan formal periode adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan
MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewelengan terhadap UUD
1945 yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin. Dalam perkembangannya peran
presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Praktek
demokrasi pada masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi
politis penguasa saat itu, sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.
d)
Periode 1999-sekarang, masa demokrasi
Pancasila era Reformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha
mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga Negara, antara eksekutif,
legeslatif, yudikatif. Esensi demokrasi adalah kekuasaan ditangan rakyat, maka
praktek demokrasi tatkala Pemilu memang demikian, pelaksaannya setelah pemilu
banyak kebijakan tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih ke
arah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Model
demokrasi era reformasi mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (walfare state).
2)
Pengertian
Demokrasi menurut UUD 1945
a. Seminar Angkatan Darat II (Angkatan 1966)
1)
Bidang
Politik dan Konstitusional :
Undang-undang Dasar 1945 berarti
menegakkan kembali asas-asas Negara hukum dirasakan oleh segenap Negara warga
Negara, hak-hak asasi manusia dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan di
jamin, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara Institusioanal.
2)
Bidang
Ekonomi :
Demokrasi ekonomi
sesuai dengan asas-asas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi
dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti kehidupan yang layak bagi semua
warga Negara antara lain :
ª Pengawasan
oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan kekuangan Negara.
ª Koperasi
ª Pengakuan
atas hak milik perseorangan dan kepastian hukum dalam penggunaanya.
ª Peranan
pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjung jalan serta perlindungan.
b. Munas III Persahi : The Rule Of Law (Desember1966)
Asas Negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
ü Pengakuan
dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik,
sosial, ekonomi, cultural dan pendidikan.
ü Peradilan
yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh suatu kekuasaan/kekuatan
lain.
ü Jaminan
kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksud kepastian hukum yaitu
jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat di pahami, dapat dilaksanakan dan aman
dalam melaksanakannya.
c.
Simposium
hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967)
Demokrasi itu harus demokrasi yang
bertanggung jawab, artinya demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab
terhadap tuhan dan sesama kita. Untuk memperkembangkan “a rapidly expanding economy” pemerintah yang kuat dan berwibawa,
secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari
kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Untuk diperlukan kebebasan politik
yang sebesar mungkin.
Persoalan hak-hak asasi manusia akan
mendatang hatus ditinjau dalam rangka keharusan untuk mencapai keseimbangan
yang wajar di antara tiga hal :
i.
Adanya Pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
ii.
Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
iii.
Perlunya untuk membina suatu “rapidly expanding economy” (pengembangan
ekonomi secara cepat).
3)
Demokrasi
Pasca Reformasi
Dalam suatu Negara yang menganut sistem
demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat. Kekuasaan tertinggi
dalam suatu Negara adalah di tangan rakyat. Kekuasaan dalam Negara itu di
kelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat (Asshiddiqie, 2005: 141).
Kekuasaan pemerintahan Negara ditangan
rakyat mengandung pengertian tiga hal :
Å Pertama,
pemerintahan dari rakyat (government of
the people);
Å Kedua,
pemerintahan oleh rakyat (government by
people);
Å Ketiga,
pemerintahanb untuk rakyat (government
for people);
Prinsip
pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat bagi Negara Indonesia terekandung
dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke IV, yang berbunyi :
“..
. . . . . . .maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkaudalatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pembukaan
UUD 1945 dalam ilmu memiliki kedudukan sebagai “staats fundamental norm”, oleh
karena itu merupakan sumber hukum positif dalam Negara Republik Indonesia. Maka
prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia serlain tercantum dalam Pembukaan juga
berdasarkan pada dasar filsafat Negara Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan,
yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Makna
pengertian “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan” dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu
didasarkan pada moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang
Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dasar
pelaksanaan demokrasi Indonesia secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Prinsip demokrasi tersebut
secara eksplisit dijabarkan dalam pasal UUD 1945 hasil Amandemen dengan
mewujudkan sistem penentuan kekuasaan pemerintahan Negara secara langsung,
yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih presiden dan wakil
presiden Pasal 6A ayat (1).
Sistem
demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia diwujudkan dalam penentuan
kekuasaan Negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan
eksekutif Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, legislative Pasal 19 sampai dengan
Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan
UUD 1945
1.
Demokrasi
Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen
2002.
Demikrasi
sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula
kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-cita. Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai
dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat Pancasila, dan inilah
dasar filsafat demokrasi Indonesia.
Demokrasi
tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak
sekaligus mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”.
Secara
filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat sebagai asal mula
kekuasaan Negara dan sebagai tujuan kekuasaan Negara. Rakyat merupakan
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan mahluk sosial,
dalam pengertian demnokrasi sebagai kebebasan individu harus diletakkan dalam
tujuan bersama, bukan bersifat liberal yang hanya mendasarkan pada kebebasan
individu saja demi tujuan kesejahteraan bersama. Disebut dengan asas
kebersamaan akan tetapi “bukan nopotisme.
Secara
umum didalam sistem pemerintahan yang
demiokratis mengandung unsure-unsur yang paling dan mendasar yaitu :
a)
Keterlibatan
warga Negara dalam pembuatan keputusan politik.
b)
Tingkat
persamaan tertentu diantara warga Negara.
c)
Tingkat
kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang di akui dan dipakai oleh warga Negara
.
d)
Suatu sistem
perwakilan.
e)
Suatu sistem
pemilihan kekuasaan mayoritas.
Berdasarkan
unsure-unsur tersebut maka demokrasi mengandung cirri yang merupakan patokan
yaitu setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warga Negara seharusnya terlibat
dalam hal tertentu dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik. Ciri
lainnya adanya keterlibatan atau partisipasi warga Negara baik langsung maupun
secara tidak langsung.
Kenegaraan
yang menganut sistem demokrasi selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik
dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi. Menggunakan
konsep Montequieu maka Supra Struktuk Politik meliputi lembaga Legislatif,
Lembaga Eksekutif, dan Lembaga Yudikatif. Lembaga Negara atau alat-alat
perlengkapan Negara adalah :
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Dewan
Perwakialan Rakyat
Presiden
Mahkamah
Agung
Badan
Pemeriksa Keuangan
Infra Struktur Politik suatu Negara terdiri
atas lima komponen sebagai berikut :
Partai
Politik
Golongan
(yang tidak berdasarkan pemilu)
Golongan
Penekan
Alat
Komunikasi Politik
Tokoh-tokoh
Politik
Dalam
sistem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik dapat
dilihat di dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan
politik, dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan kebijaksanaan
atau keputusan politik merupakan keseimbangan dinamis antara prakarsa
pemerintahan dan partisipasi aktif rakyat atau warga Negara. Keikutsertaan
rakyat yang merumuskan dalam UUD 1945 oleh pendiri Negara tercantumkan bahwa
“kedaulatan di tangan rakyat” yang termuat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 (Thalib, 1994: 99,100).
2.
Penjabaran
Demokrasi menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca
Amandemen 2002.
Rakyat
adalah sebagai paradigma sentral kekuasaan Negara. Adapun rincian structural
ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah sebagai
berikut :
a)
Konsep
Kekuasaan
Konsep kekuasaan Negara
menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut :
1)
Kekuasaan di tangan Rakyat
·
Pembukaan UUD alenia IV
·
Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
·
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1)
·
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2)
2)
Pembagian Kekuasaan
§ Kekuasaan
Eksekutif, didelegasikan kepada presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945).
§ Kekuasaan
Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5) ayat 1,
pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945)
§ Kekuasaan
Yudikatif, didelegasikan kapeda Mahkamah Agung (pasal 24 ayat1 UUD 1945)
§ Kekuasaan
Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD 1945 pasal 20 Ayat
1. “. . . . . . .DPR juga memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden selaku
penguasa ekskutif.
§ Dalam UUD
1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konstisuitatif, yang dalam UUD lama
didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16 UUD 1945).
Mekanisme
pendelegasikan kekuasaan yang dalam khasanah Ilmu Hukum tatanegara dan ilmu
politik dikenal dengan istilah “distributor
of power” yang merupakan unsure mutlak dari Negara demokrasi.
3)
Pembatasan Kekuasaan
Proses
atau mekanisme 5 tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut :
o
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
o
Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki
kekuasaan terhadap UUD, melantik Presiden dan wakil Presiden serta melakukan impeachment terhadap persiden jika
melanggar konstitusi.
o
Pasal 20 A ayat 1.
o
Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah
membentuk MPR dan DPR.
b)
Konsep
Pengmbilan Keputusan
Pengambilan
keputusan menurut UUD 1945 dirincikan sebagai berikut:
ª Penjelasan
UUD 1945 tentang pkok pikiran ke III.
ª Putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya
pasal 7B ayat (7).
Ketentuan-ketentuan
diatas mengandung pokok pikiran bahwa konsep pengambilan keputusan yang dianut
dalam hukum tata Negara Indonesia adalah berdasarkan :
§ Keputusan
didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asanya.
§ Jika
mufakat tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu melalui
suara terbanyak.
c)
Konsep
Pengawasan
Konsep
pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut :
© Pasal 1
ayat (2)
© Pasal 2
ayat (1)
© Penjelasan
UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
d)
Konsep Partisipasi
¨ Pasal 17
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
¨ Pasal 28
Undang-Undang Dasar 1945
¨ Pasal 30
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
Konsep
ini menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dan
partisipasi ini terbuka untuk seluruh warga Negara Indonesia.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas
tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalamnya menyebutkan eksplisit
dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang dicantumkan dalam penjelasan
mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu:
I. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas
hukum (Rechts-staat). Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechts-staat),
tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat).
II.
Sistem Konstitusionil
Pemerintahan
berdasarkan atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah “rechtsstaat” dan “sistem
konstitusi”, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar Undang-Undang
Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil.
Demokrasi
Konstitusionil
Ciri khas dari demokrasi
konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah
yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang
terhadap warga Negaranya. Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi
pernah dirumuskan oleh seseorang ahli sejarah Inggris, Lord Acton, dengan
mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada
manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan.
Pada waktu demokrasi konstitusionil
muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang konkrit, yaitu pada akhir
abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan Negara sebaiknya
diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis yang dengan tegas menjamin
hak-hak azasi dari warga Negara. Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa
sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya
kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan
dalam tangan satu orang atau satu badan.
Demokrasi tidak merupakan sesuatu yang statis
dan dalam abad ke-20, terutama sesudah perang Dunia II Negara demokratis telah
melepaskan pandangan bahwa peranan Negara hanya terbatas pada mengurus
kepentingan bersama. Sekarang dianggap bahwa Negara turut bertanggungjawab atas
kesejahteraan rakyat. Hal ini tertuang dalam konsep mengenai Welfare State (Negara kesejahteraan) atau
Social Service State.
Dalam
rangka itu dapat dikatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai
(values). Henry B. Mayo telah mencoba untuk memperinci nilai-nilai ini, dengan
catatan bahwa perincian ini tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis
menganut semua nilai yang diperinci itu, bergantung kepada perkembangan sejarah
serta budaya budaya politik masing-masing. Di bawah ini diutarakan beberapa
nilai yang dirumuskan oleh Henry B. Mayo:
1.
Menyelesaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalozed
peacefuk settlement of conflict). Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan
pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk di
perjuangkan.
2.
Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah. Dalam
setiap masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi perubahan sosial, yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti misalnya majunya teknologi,
perubahan-perubahan dalam pola kepadatan penduduk, dalam pola-pola perdagangan
dan sebagainya.
3.
Menyelenggrakan
pergantian pimpinan secara teratur. Pergantian atas
dasar keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri sendiri atau pun melalui
coup d’etat, dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.
4.
Membatasi
pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan-golongan
minoritas yang sedikit banyak akan kena paksaan akan lebih menerimanya kalau
diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan
kreatif. Mereka akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun
bersyarat, karena merasa turut bertanggungjawab.
5.
Mengakui
serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang
tercermin dalam keanekaragaman pendapat,kepentingan serta tingkah-laku. Untuk hal
ini perlu terselenggaranya suatu masyarakat terbuka serta kebebasan-kebebasan
politik yang mana akan memungkinkan timbulnyafleksibilitas dan tersedianya
alternatif dalam jumlah yang cukup banyak.
6.
Menjamin
tegaknya keadilan. Dalam suatu demokrasi umumnya pelanggaran
terhadap keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh karena
golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan, tetapi
tidak dapat dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan tidak
adil.
Akhirnya dapat dibentangkan di sini bahwa untuk
melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapalembaga
sebagai berikut:
1.
Pemerintahan yang bertanggungjawab.
2.
Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili
golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih
dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya
dua calon untuk setiap kursi.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan M.S, PROF, DR.
H.Dkk. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma : Yogyakarta.
Budiarjo, Prof.
Miriam. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Universitas Indonesia. PT GRAMEDIA
:Jakarta.
Budiyanto. 2004.
Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Erlangga : Jakarta.
Related Posts:
Please FOLLOW and JOIN to get update! Cool Social Media Sharing Touch Me Widget by Blogger Widgets |
Blog, Updated at: 03:02
0 comments:
Post a Comment
INGAT!! Komentar anda akan dilihat banyak orang, maka dari itu berikanlah komentar terbaik anda