[ Dosen : Drs.H.Ramadi,M.Pd ]
[ Oleh : Normayanti (A1E310016 ),
M. Rizkia Rahman
(A1E310201),
Akhmad Khairazi Nazmi
(A1E310228
), Siti Rukayah (A1E310223), Ridha Rahmini
(A1E310239), Eka Tridi Ariyani (A1E310267) ]
A.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi dalam pendidikan diadakan untuk mengumpulkan
informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan melalui kegiatan atau program
pendidikan.
Menurut para ahli, evaluasi adalah :
Benjamin Bloom (1981), berpendapat evaluasi lebih
menekankan pada perubahan perilaku yang terjadi pada individu sesudah mengikuti
suatu kegiatan belajar. Ia mengartikan evaluasi sebagai kegiatan mengumpulkan
bukti secara sistematik untuk melihat apakah individu telah mengalami perubahan
perilaku, serta berapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku tersebut
dihubungkan dengan tujuan pembelajaran yang menyangkut ranah kemampuan
kognitif, afektif, serta psikomotorik.
Gronlund memandang
evaluasi sebagai proses sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, serta
menafsirkan informasi guna menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
belajarnya.
Salah satu kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah
evaluasi pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan seorang guru paling tidak untuk
mengetahui :
(1) Keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan;
(2) Kemampuan dan daya serap peserta didik terhadap materi yang
telah dibelajarkan; dan
(3) Informasi yang sangat berharga sebagai balikan (feedback)
bagi guru dalam memperbaiki kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Untuk dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan benar,
terlebih dahulu guru harus memahami terminologi evaluasi, pengukuran, dan
penilaian. Pengukuran (measurement) adalah kegiatan membandingkan sesuatu
dengan suatu formula atau skala tertentu yang sesuai dan bersifat kuantitatif.
Skala yang digunakan dari suatu pengukuran adalah nominal, ordinal, interval, atau rasio.
Penilaian (grading) adalah suatu proses pengambilan keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu pengukuran dan bersifat
kualitatif (Alderson, 1992). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa penilaian
adalah penafsiran skor dari suatu pengukuran untuk memutuskan sesuatu.
Sementara itu, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan yang
meliputi pengukuran dan penilaian dalam suatu proses pendidikan yang melingkupi
komponen input, proses, maupun output pendidikan
(Hughes, 1989; Alderson,1992). Evaluasi dalam khasanah pendidikan di Indonesia
menjadi identik dengan penilaian dan sering disebut juga dengan asesmen
(assessment) yang berarti pengambilan keputusan berdasarkan pada suatu kegiatan
pengukuran terlebih dahulu.
Keberhasilan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang
diperoleh dari suatu upaya guru dalam berusaha membelajarkan peserta didik,
sedangkan peserta didik berupaya menguasai kompetensi yang telah dibelajarkan.
Upaya pendidik dan peserta didik ini akan diketahui dari kondisi keberhasilan
pembelajaran, sehingga akan diperoleh informasi seberapa efektif dan efisien
kegiatan pembelajaran telah dilakukan bersama antara pendidik dengan peserta
didik.
Kemampuan dan daya serap peserta didik merupakan suatu
kondisi yang dimiliki peserta didik dalam menguasai seperangkat materi atau
seperangkat kompetensi yang dengan sengaja dibelajarkan. Kondisi ini dapat
diketahui dari evaluasi terhadap upaya pembelajaran yang sedang atau telah
dilakukan guru. Evaluasi yang dianjurkan berdasarkan ketentuan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi adalah penilaian
otentik (authentic asessment).
Dari suatu evaluasi pembelajaran akan diperoleh informasi yang sangat berharga, sebagai balikan (feedback) atau backwash dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dari data hasil penilaian akan diperoleh informasi bagian materi atau kompetensi yang pada umumnya belum dikuasai oleh peserta didik. Dari data yang ada juga dapat diketahui informasi tentang kehandalan metode, teknik atau media yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila data-data tersebut diberi makna oleh guru maka akan dapat memperbaiki kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Selain itu, informasi ini berarti pula bagi peserta didik dalam merespon kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Namun, kondisi di atas seringkali dipandang bahwa dari suatu evaluasi pembelajaran hanya akan memperoleh informasi tentang nilai. Dari itu, kemudian peserta didik tercipta dalam suatu fenomena yang tidak akademis. Peserta didik akan memandang bahwa nilai sebagai sesuatu yang sangat penting. Pada saat Ujian Nasional pun akhirnya tercipta suatu fenomena yang mengerikan, terjalin kerjasama yang kurang sehat antara guru dengan peserta didik agar nilai UN-nya lebih baik. Ketakutan yang sangat “serius” ini terjadi karena evaluasi hanya dipandang dari satu aspek, hanya nilai. Marilah kita ubah citra evaluasi pembelajaran hanya untuk nilai dengan menerapkan inovasi dalam mengevaluasi kompetensi peserta didik.
Dari suatu evaluasi pembelajaran akan diperoleh informasi yang sangat berharga, sebagai balikan (feedback) atau backwash dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dari data hasil penilaian akan diperoleh informasi bagian materi atau kompetensi yang pada umumnya belum dikuasai oleh peserta didik. Dari data yang ada juga dapat diketahui informasi tentang kehandalan metode, teknik atau media yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila data-data tersebut diberi makna oleh guru maka akan dapat memperbaiki kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Selain itu, informasi ini berarti pula bagi peserta didik dalam merespon kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Namun, kondisi di atas seringkali dipandang bahwa dari suatu evaluasi pembelajaran hanya akan memperoleh informasi tentang nilai. Dari itu, kemudian peserta didik tercipta dalam suatu fenomena yang tidak akademis. Peserta didik akan memandang bahwa nilai sebagai sesuatu yang sangat penting. Pada saat Ujian Nasional pun akhirnya tercipta suatu fenomena yang mengerikan, terjalin kerjasama yang kurang sehat antara guru dengan peserta didik agar nilai UN-nya lebih baik. Ketakutan yang sangat “serius” ini terjadi karena evaluasi hanya dipandang dari satu aspek, hanya nilai. Marilah kita ubah citra evaluasi pembelajaran hanya untuk nilai dengan menerapkan inovasi dalam mengevaluasi kompetensi peserta didik.
Penilaian otentik adalah proses asesmen yang melibatkan beberapa bentuk pengukuran
kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi, dan sikap yang
sesuai dengan materi pembelajaran (Suurtamm, 2004: 497-513). Penilaian otentik
mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang kondisi seseorang yang telah
belajar, sehingga metode atau teknik evaluasi harus mampu memeriksa
perkembangan kemampuannya. Penilaian otentik harus dapat menyajikan tantangan
dunia nyata sehingga peserta didik dituntut menggunakan kompetensi dan
pengetahuan yang relevan.
Penilaian otentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian
kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada kompetensi
yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan merupakan bagian dari
pembelajaran. Penilaian otentik juga sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil
belajar. Penilaian ini dilakukan dengan berorientasi pada kompetensi, mengacu
pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan melalui berbagai cara.
Penilaian otentik dapat dilakukan melalui penilaian kinerja (hasil karya),
portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), performansi (unjuk
kerja), dan penilaian diri.
Kualitas
pencapaian hasil: apakah baik, memuaskan, memadai, dan seterusnya.
B.
Alat-Alat Evaluasi Dalam Pengajaran Bahasa
Alat evaluasi yang digunakan dalam pengajaran bahasa,
pada dasarnya sama dengan alat evaluasi dalam pengajaran lainnya. Namun, ada
beberapa alat khusu yang digunakan dalam pengajaran bahasa saja, seperti : alat
ukur/tes dan bukan alat ukur/nontes.
Dalam pengajaran bahasa, tes merupakan alat ukur yang
paling banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa. Alat
tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan berbahasa, baik yang bersifat
global/integral.
a)
Pengukuran
Pengukuran
merupakan proses untuk mendapatkan pemberian kuantitatif, yaitu mengenai tinggi
rendahnya taraf pencapaian hasil seseorang dalam suatu perilaku tertentu. Hasil
pengukuran selalu berbentuk bilangan, dan untuk mendapatkannya diperlukan alat ukur. Dalam hal
ini alat ukur yang digunakan bias bersifat verba (menggunakan bahasa sebagai
sararna utamanya, misalnya tes).
Akan tetapi, bias juga digunakan untuk mengukur suhu badan, berat badan,
dan untuk alat ukur nonverbal (thermometer, timbangan).
b)
Tes
Tes merupakan salah satu jenis alat ukur. Tes
menghasilkan pemberian bersifat kuantitatif tentang perilaku seseorang.
Grounlund (1985) membatasi pengertian tes sebagai suatu alat atau prosedur
sistematik untuk mengukur siswa. Berdasarkan tes, guru memperoleh informasi
tentang hasil belajar siswa yang berupa angka.
Macam-macam
tes yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa, yaitu :
1.
Tes
Menyimak
Kemampuan
menyimak bersifat reseptif, siswa memahami pesan yang dikomunikasikan secara
lisan. Kemampuan ini pada dasrnya bersifat kognitif.
Kemampuan
menyimak dapat dievaluasi dengan beberapa cara, yaitu:
Ø Informasi/Deskripsi
Lisan, berdasarkan informasi lisan tentang kebakaran di seluruh desa. Siswa
diminta menduga sebab-sebab kejadian tersebut.
Ø Informasi/Deskripsi
Lisan Mengenai Sesuatu, melalui rekaman bacaan disampaikan informasi tentang
kejadian suatu tempat. Pada lembar jawaban, siswa diminta menuliskan kejadian
tersebut dalam bahasa ibunya, atau dengan kalimatnmya sendiri.
Ø Identifikasi
Tema Cerita (untuk siswa di daerah), Guru menceritakan dalam bahasa Indonesia
sebuah cerita dengan tema yang umum, misalnya bahwa yang benar itu akhirnya
akan menang. Siswa diminta untuk menyebutkan cerita dengan tema yang sama
dengan menggunakan bahasa ibu.
Ø Identifikasi
Topik Berdasarkan Informasi Pendek, melalui rekaman diperdengarkan percakapan
antara dua orang, misalnya yang sedang menonton sepak bola. Siswa diminta
menuliskan percakapan tersebut.
Ø Pilihan
Ganda Berdasrkan Informasi Pendek, guru menyiapkan rekaman atau tes untuk
dibacakan yang berisi ringkasan siaran radio. Setiap ringkasan diberi nomor dan
diperdengarkan atau dibacakan satu kali dengan kecepatan biasa.
Dari uraian di atas,
ternyata tes menyimak disampaikan dalam bentuk lisan (berupa rekaman, dibacakan
maupun dibacakan secara langsung). Jawabannya dapat diberikan secara lisan atau
tertulis, baik berupa pilihan ganda atau esei dalam bentuk bahasa Indonesia
atau daerah (di daerah).
Tes menyimak dapat
juga berwujud tes perbuatan. Kepada siswa diperdengarkan informasi/instruksi
dan siswa harus melakukan perbuatan sesuai dengan informasi/instruksi itu.
2. Tes Berbicara
Sama
halnya dengan kemampuan menyimak, kemampuan berbicara tidak merupakan pokok
bahasan tersendiri di dalam kurikulum 1984. Namun tentu saja ini tidak berarti
bawa keterampilan itu tidak dikembangkan. Penerapan pendekatan CBSA merupakan
wadah untuk mengembangkan kedua keterampilan itu.
Seperti
telah diketahui keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang
kompleks, yang tidak hanya mencakup persoalan ucapan/lafal, dan intonasi.
Berbicara dalam bahasa apapun selalu menyangkut pemakaian ungkapan “ idiom”
serta berbagai unsure bahasa dan nonbahasa.
Aspek-aspek
yang dinilia melalui tes berbicara mencakup ketepatan lafal, kejelasan ucapan,
kelancaran, dan intonasi.
a.
Pengulangan
Melalui rekaman
diperdengarkan kalimat pendek dan siswa diminta mengulangi.
b.
Hafalan
Siswa mengucapkan
suatu sanjak yang sudah dihafalkan. Guru menilai dengan menggunakan pedoman
penilaian yang sudah dipersiapkan.
c.
Percakapan Terpimpin
Guru menceritakan
situasi percakapan, misalnya antara guru dan siswa. Dua orang siswa dimintai
melakukan percakapan itu. Untuk membantu ingatan siswa, diberikan beberapa kata
kunci.
Dalam tes ini aspek
dinilai lebuih banyak, yaitu mencakup lafal, pilihan kata, urutan kata,
struktur kalimat, kelogisan, dan sebagainya.
d.
Percakapan Bebas/Wawancara
Tes ini merupakan tes
berbicara yang paling wajar. Tes ini berbentuk percakapan bebas antara siswa
dengan guru/dengan pewawancara yang baik. Jika digunakan cara terakhir (dengan
pewawancara) guru sama sekali tidak mencampuri percakapan. Ia dapat duduk
dibelakang siswa sambil memberikan penilaian yang lebih objektif dan cermat.
Perlu diingatkan bahwa pemberian nilai tes berbicara dalam bentuk wawancara ini
harus dilakukan secara langsung.
3.
Tes
Membaca
Sesuai
dengan pengajaran membaca di SD, dalam hal ini tes membaca dibedakan sebagai
tes membaca permulaan dan tes membaca pemahaman/lanjut. Tes membaca permulaan
diadakan untuk mendapat informasi tentang kemampuan siswa dalam mengenal dan
menyuarakan lambing-lambang bunyi dalam hubungan kalimat dengan intonasi yang
wajar. Dengan demikian,tes membaca permulaan lebih ditekankan pada kemampuan
teknisnya. Untuk memberikan nilai dapat digunakan pedoman penilaian seperti
untuk kemanpuan berbicara,dengan aspek-aspek yang di nilai :
lafal,frasing,kelancaran,perhatian terhadap tanda baca, dan intonasi. Tes ini
bersifat individual.
Tes
membaca lanjut atau tes memahami bacaan dapat di laksanakan secara
klasikal dan tertulis.
a.
Memahami Pertanyaan
Kepada
siswa diberikan kalimat pertanyaan dalam bahasa Indonesia secara tertulis.
Siswa dapat memberikan jawaban tertulis
dalam bahasa Indonesia atau bahasa ibu.
b.
Membaca Sekilas
Kepada
siswa diberikan surat kabar atau majalah. Mereka harus menemukan
artikel-artikel tentang olahraga, perdagangan, pertanian, pariwisata,
dan seterusnya dengan cepat.
c.
Memahami
Bacaan
Kepada
siswa diberikan teks bacaan. Mereka diminta untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang bacaan itu. Bentuk tes dapat berupa tes objektif.
d.
Prosedur Klos ‘Cloze’
Prosedur
ini dikembangkan sejak tahun 50-an.Kepada siswa diberikan teks bacaan. Kalimat
pertama dan terakhir dibiarkan lengkap. Setiap kata yang ketiga,kelima,atau
ketujuh pada kalimat-kalimat lain dihilangkan.
Siswa
diminta mengisi bagian yang dihilangkan itu dengan kata yang tepat. Makin kecil
jarak penghilangan kata itu,makin tinggi taraf kesulitan tes. Dalam hal ini tentu saja perlu diperhatikan
kesesuaian serta kelayakan bahasa dan isi teks bacaan.
e.
Kritik Terhadap Tulisan
Evaluasi
dalam bentuk ini hanya diberikan kepada siswa kelas tinggi. Siswa diberi teks
bacaan dan mereka diminta memberikan pendapat atau tanggapan tentang bacaan
itu. Tes ini dapat diberikan baik dalam bentuk esei – yang tentunya- sulit
dinilai, maupun dalam bentuk pilihan ganda yang menyediakan kemungkinan respons
yang lebih terbatas. Mungkin dalam hal ini dapat diterapkan pemakaian pilihan
ganda dengan jawaban terbaik (semua benar, satu yang terbaik).
4.
Tes Kosa
Kata
Tes ini diadakan untuk mendapatkan informasi
tentang penguasaan kosakata siswa. Tes ini kerap kali dikaitkan dengan
kemampuan membaca (memahami makna kata dalam konteks kalimat/wacana) dan
menulis (menggunakan kata sesuai dengan asas ketepatan dan kesesuaian). Berikut
ini dikemukakan beberapa tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam kosakata.
a.
Prosedur Klos
Teas
ini juga dapat digunakan untuk mengetahui penguasaan kosakata siswa.
b.
Melengkapi Kalimat
Tes
ini dilakukan secara lisan atau tertulis. Siswa diminta melengkapi kalimat
dengan kata yang tepat . Dan hal ini tes pilihan ganda akan lebih memudahkan penilaian.
c.
Memhami Gambar
Kepada
siswa diberikan gambar yang mencakup sejumlah objek. Siswa diminta memberi nama-nama
objek.
d.
Antonim
Kepada
siswa diberikan sejumlah kata. Mereka harus memiliki antonimnya. Bentuk tes
dapat berupa pilihan ganda atau menjodohkan.
e.
Padanan Kata dalam Bahasa Ibu
Tes
ini tentunya hanya dapat dilakukan kepada kelompok yang mempunyai bahasa ibu
yang sama (di daerah). Kepada mereka diberikan sejumlah kata dalam bahasa
daerah dan mereka harus menyebutkan (lisan,individual) atau menuliskan
(tertulis,klasikal) padanannya dalam bahasa Indonesia.
5.
Tes
Sruktur
Untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal
sruktur, dapat digunakan berbagai cara dan bentuk tes.
a.
Mengubah Pola Kalimat
Kepada
siswa diberikan kalimat dalam pola tertentu dan siswa diminta menngubahnya
kedalam pola lain. Misalnya, dari kalimat berita diubah menjadi beberapa jenis
kalimat Tanya, atau kalimat perintah, permintaan, harapan, bentuk
pasif dan sebagainya. Dalam hal ini bentuk tes yang sering digunakan ialah
pilihan ganda atau esei terbatas.
b.
Menggunakan Kata Tugas
Siswa
diminta untuk melengkapi kalimat dengan kata tugas yang tepat.
c.
Menggunakan Kata Ganti
Pada
siswa diberikan kalimat-kalimat yang menyatakan hubungan kepunyaan. Siswa
diminta mengubah atau melengkapi dengan menggunakan kata ganti kepunyaan –ku,
–mu, dan –nya.
6.
Tes
Menulis
Untuk jenjang pendidikan SD, sesuai dengan
pengajaran menulis yang melaksanakan, evaluasi mengenai kemampuan menulis,
mencakup evaluasi untuk menulis permulaan dan evaluasi untuk menulis lanjut.
Evaluasi untuk menulis permulaan diadakan agar dapat diperoleh informasi
tentang kemampuan siswa dalam menuliskan lambing-lambang bunyi dalam hubungan
kalimat, sesuai dengan aturan ejaan yang sudah diajarkan (huruf besar pada awal
kalimat, tanda titik, tanda seru, tanda Tanya pada akhir kalimat, dan
sebagainya). Evaluasi untuk menulis lanjut diselenggarakan untuk mengumpulkan
informasi tentang kemampuan siswa dalan
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi secara tertulis.
a.
Penguasaan Lambang Bunyi
Untuk
mengetahui penguasaan siswa menenai lambing bunyi, imla memerlukan cara yang
cukup efektif.Pengucapan dilakukan dua atau tiga kali . Siswa diminta
menuliskannya pada kertas lembar jawaban.
b.
Penguasaan Ejaan dan Tanda Baca
Sama
halnya dengan evaluasi tentang penguasaan lambing bunyi, evaluasi tentang tanda
baca tidak dapat dilepaskan dari pemahamannya dalam kalimat atau paragraph.
Untuk mengetahui penguasaan siswa dalam hal ini, dapat digunakan teknik imla,
pilihan ganda, atau perbaikan ejaan yang salah.
c.
Kemampuan Memilih Kata
Tes
dalam hal ini sebenarnyta merupakan semacam tes kosa kata, disini siswa
menggunakan/memilih kata secara cepat. Siswa diminta melengkapi kalimat yang
dihilangkan dengan kata yang tepat.
d.
Kemampuan Mengarang sebagai Sarana Komunikasi
Kemampuan
mengarang merupakan kemampuan yang kompleks. Untuk mengevaluasi kemampuan siswa
dalam hal ini dapat digunakan beberapa
cara :
1)
Mengarang Terkendali
Siswa
diminta menulis berdasarkan kalimat –kalimat yang sudah disediakan. Siswa hanya
melengkapi. Makin tinggi kelas siswa, bagian yang dilengkapi makin banyak.
Materi tes dapat berupa cerita, surat, atau laporan.
2)
Mengarang Terarah
Teknik
ini lebih sesuai digunakan di kelas tinggi. Siswa diminta menulis berdasarkan
kerangka yang terinci yang sudah disediakan. Materi tes dapat berupa cerita,
surat, atau laporan.
3)
Mengarang dengan Gambar
Tes
mengang untuk komunikasi dapat dilaksanakan atas gambar-gambar seri bahkan
cerita. Teknik ini lebih banyak memacu daya imajinasi siswa. Setelah membaca
sebuah cerita, siswa diminta mengembangkan salah satu unsur atau bagian cerita,
misalnya mengembangkan cerita tentang seorang tokohnya, membuat kelanjutan
cerita, atau mengarang tentang suatu tempat yang terikat dalam cerita.
4)
Mengarang Bebas (dengan atau tanpa topik dari
guru)
Tes
ini merupakan tes yang memberikan kepada siswa untuk mengkomunikasikan
gagassannya secar bebeas. Tes ini akan mrenunjukkan kemampuan siswa untuk
mengorganisasikan gagasan memilih kata, serta menyusun kalimat dan paragraph.
Namun, dalam penilaiannya harus mempertimbangkan aspek kemampuan sesuai dengan GBPP.
Dilihat dari segi model jawaban
yang diharapkan, tes tulis dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu :
Tes Subjektif
Tes
subjektif merupakan tes yang jawabannya berupa uraian, dan penyetorannya
dilakukan dengan mempertimbangkan benar salahnya uraian yang diberikan tes.
Tes subjektif dapat dibedakan menjadi tiga macam, seperti
berikut ini :
1) Ingatan sederhana (simple recall), yang ciri-cirinya meliputi : dapat
dijawab dengan singkat, dapat dinilai secara objektif, dan umumnya menggunakan
kata tanya yang berupa kata bagaimana, di mana, berapa banyak, dan kapan.
2) Jawaban pendek (short answer), yang ciri-cirinya meliputi :
Pertanyaan berisi
perintah seperti berikan definisi, susunlah, tuliskan jawaban berupa pernyataan
atau kalimat pendek, dan dapat dinilai secara objektif.
3) Bentuk diskusi, yang ciri-cirinya : memerlukan jawaban panjang, tidak dapat
dinilai secara objektif, menggunakan kata : jelaskan, gambarkan, bandingkan,
terangkan, berikan alasan.
Tes subjektif memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
(1) Mudah dalam penyusunannya, artinya penyusunan tes subjektif tidak terlalu banyak membutuhkan waktu,
tenaga, dan biaya (bila dibandingkan dengan tes objektif).
(2) Mudah disesuaikan dengan bahan pelajaran yang dikehendaki, maksudnya,
penyusunan tes subjektif mudah diadaptasi, sesuai dengan bahan yang akan
diteskan (bila dibandingkan tes objektif).
(3) Baik untuk mengukur kemampuan kognisi tingkat yang membutuhkan proses
berpikir atau bernalar tingkat tinggi. Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan
berbahasa (khususnya kemampuan berbahasa tulis).
(4) Dapat memberikan rangsangan bagi testi untuk mempelajari bahan secara
menyeluruh.
Tes subjektif memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
(1) Dari segi isi/bahan : jumlah butir soal yang diturunkan dalam tes subjektif
biasanya terbatas jumlahnya, sehingga jangkauan bahannya juga terbatas. Hal ini
dikarenakan, untuk mengerjakan tes subjektif membutuhkan banyak waktu,
sedangkan waktu yang disediakan untuk pelaksanaan tes terbatas.
(2) Dari segi pemeriksa: dalam melakukan pemeriksaan hasil tes subjektif,
korektor sering kali terpengaruh oleh faktor subjektivitas, sehingga seringkali
terjadi kesalahan-kesalahan, baik yang bersifat konstan (misalnya cenderung
memberikan nilai terlalu tinggi/rendah), maupun yang selalu berubah-ubah.
(3) Dari segi testi : seringkali testi mengelabui korektor dengan memberikan
jawaban yang panjang.
(4) Dari segi pemeriksaan : pemeriksaan atau pengoreksian sangat banyak memakan
waktu, pikiran, dan tenaga, dan tidak dapat disekor secara objektif.
Tes Objektif
Tes objektif merupakan tes
yang cara pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif yang dilakukan dengan
cara mencocokkan kunci jawaban dengan hasil pekerjaan testi. Tes objektif ini
terdiri atas butir-butir tes yang dapat dijawab dengan sepatah atau beberapa
patah kata atau memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Tes objektif
memungkinkan testi untuk menjawab banyak pertanyaan dalam waktu yang relatif
singkat, sehingga bahan atau materi yang
diujikan dapat menjangkau sebagian besar bahan yang akan diujikan.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh tes objektif, seperti berikut :
(1) Tes objektif dapat diskor secara objektif dan reliabilitas penyekoran dpat
dijamin.
(2) Jangkauan bahannya cukup luas, sehingga lebih representatif.
(3) Mudah dalam pemeriksaannya.
(4) Dapat diskor secara mekanis dan hasilnya mudah dihitung secara statistik.
(5) Dapat dipakai lagi pada kesempatan yang lain, sebab dengan banyaknya butir
soal dalam tes objektif, kecil kemungkinan dapat dihafal oleh testi.
Kelemahan tes objektif seperti berikut :
(1) Sulit dalam pembuatannya, dalam pengertian banyak menyita waktu tenaga dan
biaya.
(2) Tidak dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi serta proses atau
kemampuan berbahasa.
(3) Memberi kesempatan bagi testi untuk berspekulasi dan bekerja sama.
Tes objektif dapat dibedakan menjadi (empat) macam, yaitu
:
1) Tes objektif bentuk penyempurnaan
Bentuk tes ini menuntut
testi untuk menyempurnakan pernyataan (stem) yang belum lengkap. Bentuk tes ini
mirip dengan bentuk tes jawaban pendek.
2) Tes objektif bentuk benar-salah
Bentuk tes ini menuntut
testi untuk menyatakan benar tidaknya suatu pernyataan. Variasi bentuk ini
dapat berupa testi diminta untuk membetulkan pernyataan yang dianggap salah.
3) Tes objektif bentuk penjodohan
Bentuk tes ini menuntut
testi untuk memasangkan pernyataan yang disajikan dalam dua kelompok. Kelompok
satu disebut terjodoh dan kelompok lainnya dinamakan penjodoh.
4) Tes objektif bentuk pilihan ganda
Bentuk tes ini menuntut
testi untuk memilih jawaban yang benar dari alternatif jawaban yang disediakan.
Setiap butir tes pilihan ganda terdiri atas: stem, option, kunci jawaban, dan
pengecoh (distractor). Stem merupakan bagian pokok butir tes yang merumuskan
isi atau ide yang dituangkan dalam butir tes. Option merupakan alternatif
jawaban yang tersedia. Kunci jawaban merupakan alternatif jawaban yang benar,
dan alternatif jawaban yang salah disebut pengecoh.
7.
Tes Pragmatik
Tes
kemampuan pragmatik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pilihan ganda,
melengkapi kalimat, mengubah kalimat, dan menjodohkan.
8.
Apresiasi
Bahasa dan Sastra
Tes
untuk pokok bahasan ini memang agak sulit, karena menyentuh ranah afektif. Namun,
tes perbuatan, pembacaan prosa, dan puisi, serta deklamassi dapat dilakukan.
c)
Strategi Pengamatan atau Evaluasi Informal (nontes)
Perlu diingat bahwa profil pengamatan data evaluasi
seharusnya tidak digunakan sebagai menu atau daftar kegiatan penilaian, tetapi
sebagai bagian dari kerangka pembelajaran bahasa yang lebih luas. Murid
hendaknya dibimbing menjadi pribadi yang memanfaatkan kemampuan membaca dan
menulis untuk berbagai tujuan yang bermakna.
a. Catatan Anekdotal
Catatan anekdotal adalah catatan pengamatan informal, yang menggambarkan
perkembangan bahasa maupun perkembangan sosial, kebutuhan, kelebihan,
kekurangan, kemajuan, gaya belajar, keterampilan, dan strategi yang digunakan
oleh pembelajar, atau apa saja yang tampak bermakna ketika dilakukan
pengamatan. Catatan-catatan ini biasanya berupa komentar singkat yang sangat
spesifik mengenai sesuatu yang dikerjakan dan yang perlu dikerjakan oleh anak.
Wujudnya berupa kumpulan informasi yang didokumentasikan secara terus menerus
dan menggambarkan perkembangan kemampuan berbahasa anak secara luas.
Catatan anekdotal dapat dibuat
dalam berbagai kegiatan, misalnya menulis jurnal, memainkan drama, membaca
nyaring, diskusi kelompok, pengucapan, kerja mandiri, dan menulis. Latar
pembuatan catatan dapat berupa kelas secara keseluruhan, kelompok kecil, atau
individu. Biasanya catatan anekdotal mengenai keadaan murid secara individual,
murid yang berhadapan satu persatu dengan guru mengamati murid, atau anak
bekerja dalam konteks tertentu.
b. Wawancara dan Survei
Wawancara satu demi satu merupakan cara yang ideal untuk mengetahui keadaan
murid. Murid-murid cenderung memberikan tanggapan tertulis secara minimal.
Dengan wawancara secara personal kita dapat memancing tanggapan dan memperoleh
informasi yang mencerminkan sikap, strategi, kesenangan, dan tingkat
kepercayaan diri anak dalam waktu yang singkat.
c. Konferensi atau Diskusi
Konferensi atau diskusi
merupakan alat evaluasi yang baik. Dengan mengikuti keinginan guru, konferensi
memungkinkan bagi guru untuk memahami murid-murid sebagai pembelajar dan
membimbing mereka menghubung-hubungkan kemampuan mereka berbahasa. Banyak guru
yang mulai dengan konferensi (berdiskusi dengan murid) dalam membuat catatan
anekdotal. Di samping konferensi menulis, perlu juga diadakan konferensi
membaca yang berhubungan dengan membaca secara individual.
d. Ceklis
Guru dapat menggunakan
ceklis secara efektif dan bijaksana. Ceklis biasanya dikombinasikan dengan
komentar hasil pengamatan untuk mengecek perilaku melek huruf (pengetahuan tentang
bunyi, tulisan, dan konsep tentang tulisan).
e. Menceritakan kembali
Murid diminta
menceritakan atau menuliskan kembali bacaan yang telah dibaca merupakan
strategi yang efektif untuk mengevaluasi pemahaman dan merupakan suatu
alternatif yang baik untuk menindaklanjuti pertanyaan-pertanyaan guru. Murid
ditugasi menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri tentang apa yang mereka
pahami. Latar dibuat sesantai dan seinformal mungkin. Menceritakan kembali
dapat digunakan untuk menolong murid dalam keterampilan berbahasa lisan dan
untuk meningkatkan kemampuan memahami bacaan.
f. Tes/Survei Diagnostik
Tes / survei diagnostik
biasa digunakan untuk memilih anak-anak yang perlu diberi program membaca
tambahan. Prosedur ini dapat pula diadaptasi untuk tes akhir tahun di TK atau
SD kelas 1 dan 2. Contoh tes diagnostik antara lain menemukan huruf, tes kata,
dan konsep tentang tulisan, menulis kata, dan dikte.
g. Membaca Buku
Salah satu cara
mengevaluasi membaca nyaring yang tidak menakutkan anak adalah berupa menyuruh
anak memilih bagian atau bab-bab tertentu dari sebuah buku yang disenangi.
Selain itu, guru dapat juga menyiapkan fotokopi dan meminta anak-anak
membacanya.
Beberapa teknik nontes yang dapat dipilih guru untuk
mengases kemampuan siswa secara aktual adalah penilaian otentik. Berikut ini
akan dibahas penilaian portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek),
dan performansi (unjuk kerja).
a. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah kegiatan mengases kemampuan
siswa dalam mengumpulkan hasil kerja, pemikiran, minat, upaya, dan harapan
siswa yang berhubungan dengan standar kompetensi yang dikembangkan. Portofolio
atau kumpulan kerja siswa dapat membantu siswa dalam mengimplementasikan
pengetahuan dan pemahamannya dalam suatu kegiatan nyata. Kumpulan kerja ini
dapat mengingatkan siswa tentang perkembangan dirinya.
Penilaian
portofolio sangat bermanfaat karena penilaian jenis ini (1) merupakan bukti
otentik dari kemampuan siswa; (2) menggambarkan kemampuan siswa secara utuh;
(3) menggambarkan pengalaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran; (4)
kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam belajar yang telah dikelompokkan; (5)
menakar kemampuan secara mandiri; (6) merupakan bentuk kerja sama antara guru
dengan siswa.
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam menerapkan asesmen portofolio adalah:
1) Pengumpulan
Siswa mengumpulkan hasil kerja
sebagai bukti pertumbuhan dan kemajuan belajarnya. Pengumpulan koleksi ini
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau standar kompetensi yang
dikembangkan. Tentu saja tidak semua standar kompetensi dapat diases melalui
portofolio, oleh karena itu perlu kejelasan kompetensi yang dikembangkan siswa
secara mandiri.
2) Pengorganisasian
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.
3) Merefleksi
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.
4) Mempresentasikan
Siswa memajangkan atau menyajikan
hasil kerjanya agar diketahui yang lain. Pemajangan dilakukan di tempat-tempat
yang sudah disediakan. Pemajangan juga dapat dilakukan melalui display artefak,
baik dalam bentuk folder dinamis maupun dalam bentuk gabungan karya.
b. Penilaian Projek
Penilaian
projek merupakan bentuk asesmen yang menugaskan siswa untuk menyelesaikan suatu
kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Tugas tersebut dapat berupa investigasi,
pengumpulan data, kemampuan menilai sesuatu atau kegiatan tertentu, atau
kemampuan mengorganisasikan. Penilaian projek dapat dilakukan untuk mengetahui
kemampuan siswa, baik individu maupun kelompok dalam melakukan dan memberikan
pengalaman pada suatu topik atau kompetensi tertentu melalui aktivitas
berbahasa atau bersastra.
Penilaian projek atau penugasan dapat difokuskan pada dua bagian, yaitu aktivitas siswa selama proses berlangsung dan pada hasil akhir dari kegiatan tersebut.
Penilaian projek atau penugasan dapat difokuskan pada dua bagian, yaitu aktivitas siswa selama proses berlangsung dan pada hasil akhir dari kegiatan tersebut.
Aspek yang diases
dari bagian proses adalah:
a. kegiatan perencanaan dan pengelolaan;
b. kerjasama dalam kelompok;
c. kegiatan mandiri; dan
d. kemampuan memecahkan masalah.
Sementara itu,
aspek yang diases jika penilaian projek memfokuskan pada bagian hasil akhir
adalah:
a. kemampuan mengumpulkan data atau materi yang ditugaskan;
b. kemampuan menafsirkan dan mengevaluasi data atau materi; dan
c. kemampuan menyajikan atau mendisplay hasil pengumpulan data
dan penafsirannya.
Dalam
menentukan kualitas kegiatan yang dilakukan, baik pada proses maupun pada hasil
akhir siswa dapat mengases secara mandiri. Hasil asesmen siswa ini kemudian
divalidasi oleh guru ketika mengases.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam
penilaian projek ini adalah:
1) Guru menetapkan kompetensi dasar yang perlu diases melalui
penilaian projek;
2) Guru menetapkan projek yang harus dikerjakan siswa secara
mandiri dan yang harus dikerjakan secara berkelompok;
3) Guru menentukan kompetensi dasar yang harus diases selama
kegiatan berlangsung (proses) atau diases hanya pada hasil akhir;
4) Siswa merencanakan dan melakukan kegiatan projek selama
kurun waktu yang ditentukan. Sewaktu-waktu guru dapat mengecek projek yang
dikerjakan oleh siswa sebagai bentuk monitoring dan evaluasi.
5) Selama atau setelah kegiatan projek dikerjakan, guru
mengajak siswa untuk menakar diri (mengases secara mandiri) proses atau hasil
akhir (produk) yang dikerjakan.
6) Guru memvalidasi atau menilai ulang proses atau produk dari
kegiatan yang dilakukan siswa. Nilai guru merupakan pembanding dari asesmen
mandiri yang dilakukan siswa.
c. Penilaian Performansi
Penilaian
performansi merupakan asesmen yang menuntut siswa untuk melakukan unjuk kerja
atau perbuatan. Penilaian jenis ini mengukur kemampuan siswa berbahasa atau
bersastra, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan konteks
berkomunikasi. Penilaian performansi dapat dilakukan guru, baik pada saat atau
setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Dalam
melaksanakan penilaian performansi, guru dapat menggunakan format atau pedoman
penilaian dalam bentuk pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale),
daftar cocok (checklist), atau format isian yang terbagi atas kategori prilaku.
Untuk mendapatkan data kuantitatif dari penilaian performansi ini maka setiap
kualitas kategori dapat diberi skor yang sesuai.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya.
Penilaian
performansi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa secara nyata. Guru dapat
memilih dan memilah kompetensi dasar yang dapat diases dengan menggunakan jenis
penilaian performansi. Terdapat beberapa kompetensi menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis dari siswa yang hanya dapat diases melalui kegiatan nyata
sehingga guru dapat merancang penilaian jenis ini sejak awal berdasarkan
analisis terhadap komptensi dasar tersebut.
Langkah-langkah yang ditempuh guru
dalam melaksanakan penilaian performansi ini adalah:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari kompetensi yang
harus dinilai;
(2) Menyusun kriteria sebagai deskriptor dari kemampuan yang
diukur;
(3) Mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan
aspek-aspek yang penentu kemampuan tersebut;
(4) Menentukan kualitas setiap kriteria dari aspek yang diamati.
d) Buku Rapor dan Penilaian
Dalam
melaksanakan pembelajaran yang bersifat holistik, guru seringkali menghadapi masalah
dalam hal pemberian nilai. Hal ini disebabkan karena sudah kuatnya tradisi lama
dalam pengisian rapor. Cara baru yang dapat dilakukan untuk melaporkan nilai
dapat ditempuh melalui ceklis dan format naratif.
Perlu
disadari bahwa pemberian nilai tidak sama dengan evaluasi. Kemampuan seorang
murid tidak pernah dapat digambarkan dengan angka atau huruf. Pemberian nilai
dapat memiliki akibat negatif yang berupa menumbuhkan kompetisi negatif,
menghambat kerjasama, dan tidak menimbulkan pemahaman.
Berdasarkan
sasaran yang dituju, kegiatan penilaian dalam pengajaran bahasa dapat dipilah
menjadi dua macam : penilaian proses belajar dan penilaian hasil atau produk
belajar.
1) Penilaian proses belajar, sasaran yang dimulai dalam penilaian proses
adalah tingkat efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian
tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran merupakan titik sentral kegiatan belajar
mengajar. Oleh sebab itu, seluruh aktiivitas belajar mengajar, mulai dari
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian, semuanya bermuara pada tujuan
pengajaran. Untuk melihat apakah suatu kegiatan belajar mengajar efektif
ataukah tidak, dapat dikembalikan pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Kegiatan pencapaian setiap jenis tujuan pengajaran ditentukan oleh sifat atau
karakteristik tujuan pengajaran yang akan dicapainya.
2) Penilaian hasil belajar, sasaran yang dimulai dalam penilaian hasil belajar
adalah tingkat penguasaan peserta didik (siswa) terhadap apa yang telah
dipelajarinya. Dengan cara lain dapat ditanyakan bahwa pusat perhatian
penilaian hasil belajar adalah tingkat ketercapaian tujuan pengajaran.
C.
Pelaksanaan Dan Teknik Evaluasi
Dalam Pengajaran Bahasa
1.
Pelaksanaan
Evaluasi
Dalam
pengajaran bahasa, evaluasi dapat dilaksanakan pada awal, tengah, atau akhir
program. Selain itu, evaluasi juga dapat dilaksanakn secara :
a.
Secara
Klasikal
Umumnya
evaluasi di sekolah dilaksanakn secara secara klasikal, artinya siswa sekelas
bersama-sama dievaluasi. Mereka semua mengikuti tes pada waktu yang sama. Tes
ini diadakan secara berkala atau pada akhir suatu program, juga dapat diberikan
dalam bentuk kuis. Evaluasi klasik digunakan untuk mengukur semua aspek
kemampuan berbahasa pada ranah kognitif dan afektif.
b.
Secara
Individual
Evaluasi
ini diadakan dalam program belajar individual seperti program pengajaran sistem
modul. Dalam hal ini, siswa dapat meminta kapan saja tes diadakan sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
Pada
evaluasi individual, hasil evaluasi dapat diberikan sesegera mungkin, sehingga
siswa dapat dengan segera mendapat umpan balik. Di sinilah kelebihan evaluasi
individual. Namun, evaluasi ini memerlukan lebih banyak waktu, dan jika
dilaksanakn secara lisan, seringkali cenderung subjektif. Untuk mengatasinya,
perlu ditambah tes lisan yang lebih terstruktur, dengan kriteria yang jelas,
dan rinci.
c.
Evaluasi
di Laboratorium
Cara
evaluasi ini hanya dapat dilakukan sekolah-sekolah yang memiliki laboratorium.
Tetapi, sekolah-sekolah yang tidak memilikinya, dapat menggunakn tape recorder
lalu siswa diminta menjawab siswa dengan menulis atau mengisi lembar jawaban.
Kelebihan
evaluasi ini bahwa semua siswa memperoleh pertanyaan/soal tes yang sama,
diucapkan dengan kecepatan yang sama, dan dikerjakan pada waktu serta suasana
yang sama. Sehingga evaluasi ini memiliki objektivitas dan efesiensi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan evaluasi individual.
Kekurangan
evaluasi ini ialah aspek-aspek nonbahasa yang biasanya menyertai bahasa lisan
tidak tergambarkan. Untuk mengatasi kesulitan yang timbul, petunjuk tes ditulis
dalam bahasa ibu sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu, guru atau
petugas harus meneliti dengan sungguh-sungguh apakah semua alat berfungsi
dengan baik, sehingga semua siswa dapat mendengar dengan jelas.
2. Teknik Evaluasi Pembelajaran
Teknik evaluasi yang digunakan dalam pendidikan terdiri atas
teknik tes dan teknik nontes. Pada umumnya teknik nontes yang dapat digunakan
dalam evaluasi pendidikan adalah wawancara (interview), pengamatan (observasi),
skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), kuisoner (kuis),
riwayat hidup, dan penilaian otentik (autenthic assessment). Teknik tes dapat
berbentuk lisan maupun tulisan, bergantung pada respon (jawaban) yang diberikan
oleh peserta didik. Jika peserta didik memberikan jawaban secara tertulis
sekalipun tes (soal) disampaikan dengan lisan (dikte), tes tersebut termasuk ke
dalam bentuk tes tulisan.
Dalam
evaluasi pembelajaran dikenal jenis tes objektif dan subjektif. Jenis tes
objektif yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, jenjang Pengetahuan
(K1), Pemahaman (2), Penerapan (K3), Analisis (K4), Hipotesis (K5), dan
Evaluasi (K6), sedangkan soal-soal subjektif hanya digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif tingkat tinggi, yaitu jenjang analisis (K4), hipotesis (K5),
evaluasi (K6), dan kreasi (K7) dalam Taksonomi Bloom (Bloom, 1997). Adapun jenis-jenis
tes tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Soal-soal Memilih
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)
3) Menjodohkan (menggabungkan pernyataan bagian kiri dengan kanan)
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)
3) Menjodohkan (menggabungkan pernyataan bagian kiri dengan kanan)
b.
Soal-soal Melengkapi
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
c.
Jawaban Singkat (jawaban diungkapkan singkat dalam bentuk kata/frasa)
d.
Jawaban Terbatas (jawaban dibatasi oleh lingkup materi)
Teknik-teknik
evaluasi sebagaimana di atas seringkali memiliki kelemahan, sekalipun teknik
ini dapat mengukur indikator dan prediktor performa akademis. Para penyusun tes
cenderung mengukur tentang hal-hal yang harus dikuasai bukan sesuatu yang telah
dikuasai siswa. Penyusunan soal cenderung bukan tentang masalah nyata, tetapi
sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan guru dalam
menggunakan teknik tes tertulis agar dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan
tersebut.
D. Prinsip Dasar
Evaluasi Pembelajaran
Prinsip dasar evaluasi dalam pendidikan adalah (1)
berorientasi pada tujuan; (2) berkesinambungan; (3) menyeluruh; (4) berimbang;
(5) terencana; (6) adil; (7) objektif; dan (8) memenuhi kriteria validitas,
reliabilitas, dan praktibilitas.
Prinsip
berorientasi pada tujuan berarti bahwa guru harus memahami tujuan pembelajaran.
Tujuan pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan berikut.
1)
Berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis
2)
Menghargai
dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara
3)
Memahami
bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan
4)
Menggunakan
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan social
5)
Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa
6)
Menghargai
dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Prinsip berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja, melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran. Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Prinsip berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja, melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran, melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran. Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi
seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak,
misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan
keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi.
Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus
berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra.
Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
Prinsip terencana berarti bahwa
kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi:
(1) perumusan tujuan evaluasi;
(2) penentuan aspek-aspek yang akan
diukur;
(3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan
evaluasi;
(4) penguji-cobaan instrumen
evaluasi.
Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba
atau serta merta. Prinsip adil dan objektif berarti
bahwa asesmen yang dilakukan guru harus berlaku secara umum, tidak ada
pengecualian kedalaman materi yang diukur. Objektif berarti bahwa proses dan
hasil asesmen diolah secara objektif berdasarkan suatu kriteria pengolahan
skor. Hasil pengukuran biasanya berupa skor, sehingga untuk menentukan nilai
harus diolah dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan
Norma (PAN).
E. Prinsip Umum Evaluasi Pembelajaran
Dalam melaksanakan evaluasi ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan, terutama oleh para guru. Adapun beberapa prinsip tersebut,
yaitu:
Pertama,
perlu disadari bahwa dalam proses belajar-mengajar, tujuan evaluasi adalah
memperbaiki dan menigkatkan hasil belajar. Karena itu dalam proses evaluasi,
lamgkah pertama ialah menentukan serta menjelaskan tujuannya, yaitu dengan
memberikan hasil belajar yang diukur. Perlu ditambahkan pemerian yang hendaknya
dilakukan secara terperinci.
Contoh
:
Evaluasi
ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan menulis siswa
kelas IV SD. Kempempuan ini mencakup kemampuan dalam ejaan, penggunaan kata,
structural kalimat, dan kerapian tulisan.
Tujuan
itulah yang akan menentukan alat atau teknik evaluasi yang digunakan. Namun di
samping itu, teknik evaluasi juga dipilih berdasarkan pertimbangan apakah
teknik tersebut dapat mengukur dengan tepat, memberikan hasil pengukuran yyang
objektif, serta mudah digunakan. Dalam hal ini pertimbangan yang paling penting
ialah apakah teknik tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk
memperoleh informasi yang diperlukan.
Di
dalam pendidikan seringkali kita harus melakukan evaluasi secara menyeluruh
yang mencakup bermacam-macam kemampuan dan aspek kemampuan. Evaluasi semacam
ini memerlukan bermacam-macam teknik, sebab tak ada teknik yang secara objektif dapat mengukur pengetahuan
siswa tentang peristiwa sejarah, dan sekaligus dapat memberikan informai
tentang bagaiman sikap siswa terhadap peristiwa sejarah, bagaimana kemampuannya
dalam menganalisis peristiwa itu, dan seterusnya. Untuk memperoleh informasi
yang menyeluruh tentang hasil belajar yang kompleks seperti contoh di atas,
diperlukan berbagai teknik.
F.
Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran berorientasi pada kompetensi yang
harus dikuasai peserta didik. Apabila kita cermati, ruang lingkup materi
pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Standar Isi terdiri atas standar
kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu,
pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran didasarkan pada keempat kompetensi
tersebut.
a. Standar Kompetensi Menyimak
Kompetensi
menyimak dalam pelajaran Bahasa Indonesia diases melalui instrumen yang dapat
mengukur kemampuan siswa mendengarkan tuturan lisan, baik disampaikan melalui
tuturan langsung maupun dalam bentuk rekaman. Kemampuan yang diukur di
antaranya kemampuan menemukan suatu hal dari tuturan lisan yang didengarkan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan tuturan lisan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan tuturan lisan.
b. Standar Kompetensi Berbicara
Kompetensi
berbicara diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa secara lisan. Kemampuan yang ingin diketahui dari kompetensi
ini adalah kemampuan siswa mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui
kegiatan berbicara. Dalam mengases kemampuan berbicara, seorang guru dapat
mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya pilihan kata
(diksi), kalimat efektif, kalimat yang jelas, bahasa yang santun, bahasa yang
baik dan benar, bahasa yang lugas, etika berwawancara, dan prinsip diskusi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.
c. Standar Kompetensi Membaca
Kompetensi
membaca diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam
memahami berbagai ragam teks (bacaan) tertulis yang diungkapkan melalui lisan
atau tulisan. Kemampuan yang diukur itu meliputi kemampuan siswa dalam
memahami, mengidentifikasi, menganalisis, menemukan, menyimpulkan, membedakan,
dan sebagainya dari bacaan yang dibaca baik berupa teks nonfiksi maupun fiksi.
Kemampuan membaca yang diukur adalah membaca cepat, membaca dalam hati, membaca
ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring, membaca memindai, membaca
indah, dan sebagainya.
Selain
itu, mengukur pula kemampuan siswa dalam membaca dan membacakan teks dengan
intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Kemampuan
siswa yang diukur dalam bidang kebahasaan adalah pemahaman terhadap
bentuk-bentuk kata serta penguasaan terhadap makna kata. Dalam hal membacakan
puisi, kemampuan yang diukur itu selain lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang
tepat, juga diukur kemampuan memahami, menganalisis, menemukan, dan sebagainya
dari puisi yang dibacakan. Berdasarkan hal ini, maka kemampuan yang diukur itu
kemampuan merefleksikan bacaan, baik untuk kepentingan dirinya maupun orang
lain berdasarkan suatu teks yang dibaca.
d. Standar Kompetensi Menulis
Kompetensi
menulis diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam
mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dalam mengases kemampuan
menulis, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan
bahasa, misalnya menuliskan pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat
bervariasi, kalimat langsung dan tak langsung, bahasa yang baku, bahasa yang
baik dan benar, bahasa yang efektif, bahasa yang singkat, padat, jelas, bahasa
yang santun dan sebagainya.
Selain
itu, kemampuan yang diukur dari siswa adalah kemampuan memahami bacaan dan
bentuk-bentuk sastra yang diungkapkan secara tertulis. Ungkapan tertulis ini
dapat dilakukan siswa jika memahami bentuk-bentuk paragraf naratif, ekspositif,
argumentatif, deskriptif, persuasif, surat dinas, karya tulis ilmiah, teks pidato,
puisi, pantun, cerpen, resensi, dan sebagainya. Pemahaman terhadap bentuk
bacaan itu serta penguasaan unsur bahasa dapat berwujud kemampuan mengungkapkan
pikiran dan perasaan secara tertulis. Dengan demikian, dalam mengukur kemampuan
menulis perlu mencermati aspek-aspek tersebut.
Penetapan
Kriteria dan Tindak Lanjut Penilaian
Sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi maka setiap sekolah harus mengembangkan Kurikulum Sekolah. Dalam mengembangkan kurikulum ini sekolah mengikutsertakan semua guru dan komite sekolah. Salah satu pengembangan kurikulum tersebut, sekolah harus menentapkan Kriteria Ketuntansan Minimal (KKM). Penetapan KKM ini akan menjadi standar patokan bagi guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran.
Sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi maka setiap sekolah harus mengembangkan Kurikulum Sekolah. Dalam mengembangkan kurikulum ini sekolah mengikutsertakan semua guru dan komite sekolah. Salah satu pengembangan kurikulum tersebut, sekolah harus menentapkan Kriteria Ketuntansan Minimal (KKM). Penetapan KKM ini akan menjadi standar patokan bagi guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran.
Penetapan
KKM dilakukan untuk setiap mata pelajaran. Berdasarakan ketentuan, KKM
merupakan ketuntasan belajar ideal. Oleh karena itu, penetapan dilakukan dengan
memberi skor setiap indikator antara 0-100% dengan batas kriteria ideal minimal
penguasaan sebesar 75%. Namun demikian, sekolah dapat menentukan KKM khusus di
sekolah tersebut berdasarkan (1) kemampuan rata-rata peserta didik, (2)
kompleksitas materi; dan (3) SDM tenaga pendidik.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal (di bawah 75%), tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Tahap-tahap ini direncanakan dalam bentuk rencana strategis di sekolah tersebut.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal (di bawah 75%), tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Tahap-tahap ini direncanakan dalam bentuk rencana strategis di sekolah tersebut.
Berdasarkan
ketentuan dalam Standar Isi, maka KKM digunakan sebagai bahan saringan
penguasaan siswa pada komptensi dasar yang dibelajarkan. Tindak lanjut dari
suatu pengukuran ini, seorang guru harus mengambil keputusan sebagai suatu
rangkaian asesmen. Keputusan yang dimaksud adalah menetapkan siswa mencapai KKM
atau belum.
Apabila siswa telah mencapai KKM maka ditindaklanjuti dengan “program pengayaan”, sedangkan jika siswa belum mencapai KKM maka ia harus mengikuti “program remedial”. Kedua program tidnaklanjut ini masih sangat jarang dilakukan guru. Remedial biasanya hanya tes ulang, padahal seharusnya remedial dilakukan pembelajaran ulang, khususnya pada penguasaan materi yang dianggap masih kurang. Demikian pula dengan program pengayaan, biasanya pengayaan hanya dilakukan guru kepada siswa kelas IX (untuk SMP/MTs) atau XII (SMA/SMK atau MA/MAK) yang akan menghadapi Ujian Nasional.
Program remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Remedial dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Penilaian kegiatan remedial dapat dilakukan dengan teknik tes maupun teknik nontes.
Program pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar (KKM). Pengayaan dapat berbentuk tugas-tugas individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa. Kegiatan pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.
Demikianlah sepintas hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran dan tindaklanjut dari kegiatan tersebut. Berbagai pemikiran positif tentang upaya meningkatkan kualitas penilaian pembelajaran merupakan salah satu kinerja seorang guru profesional.
Apabila siswa telah mencapai KKM maka ditindaklanjuti dengan “program pengayaan”, sedangkan jika siswa belum mencapai KKM maka ia harus mengikuti “program remedial”. Kedua program tidnaklanjut ini masih sangat jarang dilakukan guru. Remedial biasanya hanya tes ulang, padahal seharusnya remedial dilakukan pembelajaran ulang, khususnya pada penguasaan materi yang dianggap masih kurang. Demikian pula dengan program pengayaan, biasanya pengayaan hanya dilakukan guru kepada siswa kelas IX (untuk SMP/MTs) atau XII (SMA/SMK atau MA/MAK) yang akan menghadapi Ujian Nasional.
Program remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Remedial dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Penilaian kegiatan remedial dapat dilakukan dengan teknik tes maupun teknik nontes.
Program pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar (KKM). Pengayaan dapat berbentuk tugas-tugas individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa. Kegiatan pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.
Demikianlah sepintas hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran dan tindaklanjut dari kegiatan tersebut. Berbagai pemikiran positif tentang upaya meningkatkan kualitas penilaian pembelajaran merupakan salah satu kinerja seorang guru profesional.
0 comments:
Post a Comment
INGAT!! Komentar anda akan dilihat banyak orang, maka dari itu berikanlah komentar terbaik anda